- Selasa, 16 Juli 2013

Cinta di Ujung Luka

"Aku mulai sadar, ternyata cintaku di ujung luka. luka yang mungkin kan membekas dalam hatiku. andai kau tahu Ryan, nafasku kan selalu bersamamu, langkahku kan selalu ada untukmu. meski ku belum sempat memilikimu."
andai semua cinta selalu beriringan, laksana gambar itu yang selalu berdampingan. #ah,masa lalu^^
Mendung berarak. semilir angin menampar wajahku. kilat menyambar memasuki relung hati yang terdalam. tetes demi tetes air hujan jatuh menerpa. aku hanya memandang berharap hujan itu segera reda.

"belum pulang, vi?", sayup-sayup kudengar suara Ranti dari kejauhan.

"belum, gimana bisa pulang? hujannya masih deras begini."

"ehm, vi, perasaanmu ke ryan gimana?"

"perasaanku padanya? hmmm, hitunglah seberapa banyak butir air hujan yang jatuh. karena sebanyak itulah aku berikan perasaannku padanya."

"ciye,.. segitu amat sih."

"ya, walaupun dia gak pernah tahu. udah ya Ran. aku pulang dulu. hujannya agak reda tuh. eh, selamat ngitung ya?"

"ya, kamu. mulai deh becandanya."


Aku baru mengenal Ranti. tapi aku sudah akrab dengannya. dia selalu membuatku tersenyum. dia juga menjadi tempat persandaranku. suka dukaku selalu tertuang padanya.

"Assalamu'alaykum..."

"kok gak minta jemput, kan hujan.", keluh mama.

"sesekali Via ingin merasakan air hujan itu jatuh ke muka Via, ma."
mama menghela napas panjang dan tersenyum padaku.

Si timur mulai bersinar. nyanyian diam pun mulai terdengar. semangati hati yang gundah gulana.

"ma, papa mana?"

"tu, di teras sama Tata."

Aku segera ke teras dan meminta papa untuk menandatangani biodataku, karena hari ini harus dikumpulkan.

"pa,ni ada yang harus ditandatangani."

"di mana? di sini kan?"

"iya, cepetan dong pa. udah jam 6 lebih ni."

"ih, kak Via kebiasaan deh. makanya kalau bangun jangan siang-siang.", cerocos Tata, adikku yang baru duduk di bangku SD.

"ah, kamu sok tahu aja."

"udah-udah ni cepetan berangkat sana. nanti kamu telat lho."

"iya, iya, assalamu'alaykum..."

Ya, lagi-lagi aku harus melewatkan sarapan yang dibuatkan mama. tapi mama gak pernah kecewa karena mama elalu bisa memahamiku.

Aku melangkah ke kelas beramaan dengan berderingnya bel sekolah. 

"alhamdulillah, ternyata allah tak henti-hentinya menyelamatkanku.", gumamku dalam hati.

"biodatamu, Vi. keburu Ryan sampe TU lho.", ingat Ranti.

"iya, iya."

aku berlari mengejar Ryan.

"Ryan, tunggu,,,"

dia menatapku dalam-dalam membuatku jadi salah tingkah. 

"ya, udah makasih ya."

"iya gak pa-pa"


Suaranya yang terkesan bijaksana dengan senyumnya yang manis semakin membuatku terpesona. aku kembali ke kelas dengan hati menganga. karena semakin dia dekat semakin aku tak sempat memilikinya.

"Windy, boleh pinjam HP-nya?"

"iya, ini."
"makasih ya."

Windy adalah teman sekelasku. dia baik, cantik, dan berjilbab. dia juga dekat sama aku. betapa terkejutnya aku tatkala tak sengaja aku membuka sms-smsnya. aku hanya terdiam, semakin aku membaca sms itu, semakin aku merasa bodoh karena aku belum tahu sebuah kenyataan, yang bisa mematahkan sendi-sendi kehidupanku.

"hayo, mainan HP aja.", Ranti mengagetkanku.

"oh, gak, aku hanya lihat-lihat foto Windy. cantik ya?"

"jangan bohong, Vi. udah sana balikin HP nya."

"iya..."

ku kembalikan HP windy dengan rasa bersalah karena ku telah membaca sms-sms nya.

"dah, gak usah cerita. tar aja Bu Tia udah datang.", kata Ranti seakan dia tahu segalanya.


Aku gak bia konsen ke pelajaran. pikiranku melalang buana mengantar hati yang luka ini tuk bersandar. untungnya pejaran hari ini segera berakhir.

"kamu kenapa Vi?", tanya bu Vida saat aku menjabat tangannya.

"Tidak bu, makasih atas perhatiannya."
kulihat bu Vida hanya terenyum. sepertinya beliau belum puas dengan jawabanku.

"Ran, Windy sering disms Ryan. dia juga sering cerita kalau Ryan pernah telpon dia. aku pikir hanya..."
aku tak bisa menerukan kata-kataku. karena air mata ini tak kuasa terjatuh. Ranti memelukku erat, dia ikut menangis.

"sudahlah, Vi.gak ada yang perlu kamu tangisi."

"tapi Ran..."

"kamu tahu? kenapa beberapa hari yang lalu aku tanya seberapa besar cintamu pada Ryan?"

"emangnya kenapa Ran? aku salah ya, atau aku gak berhak mencintainya?"
air mataku terus terjatuh. aku tak kuasa merasa sakit yang kian mendera. 

"ketahuilah Vi. semua orang berhak mencintai orang lain yang ia sukai tapi orang itu belum tentu memilikinya. sudahlah, lupakan Ryan. aku yakin jika Tuhan berkehendak suatu saat nanti Ryan akan menjadi milikmu."

"ya, Ran. kan kucoba lupakan dia. kan kuhapus segala bayangnya dari anganku. meski perasaan ini takkan bisa terhapuskan."

Aku mulai sadar ternyata cintaku di ujung luka. luka yang mungkin kan membekas dalam hatiku. andai kau tahu Ryan. nafasku akan selalu bersamamu. langkahku akan selalu ada untukmu. meski ku belum sempat memilikimu. ***



*Coretan 4,5 tahun yang lalu, ketika masih galau-galaunya dengan yang namanya "cinta". alhamdulillah Allah selalu menjaga hatiku sampai detik ini. bahkan Dia telah menjadikanku sosok yang sangat berbeda dengan yang dulu. ya, karena Engkaulah sebaik-baik pemberi hidayah ya Rabb. ^^

2 komentar:

  1. Aku mau bikin tulisan yang hampir mirip ah.."Cintaku di Istana Surga". wkwk

    BalasHapus
  2. ckckkckc, hmmmm, udah diketwain berapa orang ya gara2 tulisan ini.. #dasar.. awas yo we dul :p

    BalasHapus