- Jumat, 12 Juli 2013

Jejak [2]

Tertetes air mata ini jika mengingat setiap detik yang kulalui bersama mereka. Mereka yang telah menjadi saudara senasib dan seperjuanganku. Mereka yang mengajarkanku tentang indahnya persahabatan. Mereka, mereka, dan mereka yang sesungguhnya masih kuharapkan selalu bersama dalam setiap jengkal langkah di perjalanan ini. Namun apatah daya, yang terbaik untuk kami adalah berpisah.
“ Kawan, kenapa ya, sang waktu itu tak pernah sekali saja berhenti di suatu masa dimana kita bisa bersama sepanjang masa itu.”, tanya fillah sedikit berbisik ketika aku, dia, Disa, dan Sofyah berkumpul di rumahnya.

“ Kita tidak pernah tahu seindah apa rencana Allah untuk kita. Kita petik hikmahnya saja. Semoga perpisahan ini adalah yang terbaik dariNya untuk kita jadikan sebuah pelajaran agar kita berkembang menjadi insan kamil.”, jawabku.
“ Iya, Cha. Kamu benar. Mungkin setelah ini frekuensi dan peluang kita untuk bertemu dan bercanda tawa semakin kecil. Namun percayalah, meski jauh hati kita dekat kok. Hehehehe.”, sambung Sofyah yang sedikit mengurangi kekakuan di antara kami mengingat malam ini adalah malam perpisahan kami.
“ Waduh, waduh, statistikanya muncul tuh... “, tambah Disa sambil melirikku.
“ Kok ngliriknya ke arahku sih?”, tanyaku heran.
Keadaan yang semula sudah mulai mencair, kini jadi hening. Aku tak tahu mengapa. Tapi tiba-tiba hatiku bergetar lembut.  Kami saling menatap. Diam, dan semakin merunduk layu. Aku mulai menyadari maksud Disa. Mata yang berkaca-kaca ini akhirnya menjatuhkan mutiaranya jua. Aku peluk mereka erat. Benar-benar tak ingin ku melepasnya. Hingga kami sama-sama terisak.

Pagi ini begitu cerah. Sang mentari telah lama merayap memasukki celah-celah atap rumahku. Ku beranjak dari ranjang. Kubuka kelambu jendela kamarku. Ku amati bunga-bunga yang selama 17 tahun ini menyambut pagiku. Ku balikkan diriku, mataku berlari mengamati segala sesuatu yang setia menemani hari-hariku di kamar. Tak inginku melewatkan sesuatupun dari pengamatanku. Hingga aku berhenti pada lukisan yang terpampang menghiasi dinding kamarku. Ya, lukisan kami berempat saat pelajaran ketrampilan kelas X dulu. Memang saat kelas X saja kita bersama. Namun perbedaan kelas saat kelas XI dan XII tak menjadikan suatu alasan untuk kami memisahkan tali ukhuwah yang terjalin  indah selama ini. Dan sekarang pun, kami benar-benar harus menempuh jalan masing-masing. Aku di statistika ITS, Fillah di AKL Poltekkes, Sofyah di Bisnis Pangan UB, dan Disa yang paling membanggakan. Dia akan segera menjadi guru. Suatu profesi yang kuimpikan sejak kecil. Tapi tak apalah. Yang terbaik yang kita inginkan, terkadang bukan yang terbaik yang diberikan ALLAH. Tapi yakinlah bahwa yang diberikan ALLAH adalah yang baik diantara yang terbaik untuk kita. Kita tidak boleh bersembunyi dalam tempurung, kita harus keluar, menampakkan diri kita, menunjukkan pada dunia bahwa kita mampu. Kita tidak hanya mampu melakukan apa-apa yang kita sukai. Namun kita harus berusaha untuk menyukai apa-apa yang kita kerjakan. Life is a choice. And it’s my choise what the best from ALLAH.

5 september 2011, bukan kali pertama aku pergi ke Surabaya. Tapi ini kali pertama aku akan lama disana. Aku bilang ke bunda, aku mungkin akan pulang saat semesteran. Kecuali Allah memberikan kesempatan untuk pulang. Dan Allah benar memberikannya. Saat rindu ini benar-benar menyerang, aku nekad pulang. Untuk pertama kalinya pulang setelah satu bulan tak bertatap muka dengan ibu. Mendengar suaranya pun  tak jua tersampaikan. Maka tak kan  kusia-siakan  kesempatan ini. Isya’ aku baru mendapat lyn. Awalnya antara berani dan  tidak. Karena aku hanya seorang diri. Di tengah keramaian malam di kota orang. Kuhela  napas panjang dengan mata terpejam.  Aku terus berdoa dan yakin  bahwa Allah ada di dekatku. Menjagaku di setiap detik waktuku. Hingga sampai di terminal Maospati pukul 00.15. turun dari bus, tetangga dekatku yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri langsung nyamperin aku, dan bergegas mengantarku pulang. Jam setengah satu kami baru sampai rumah. Aku mendapati ibuku sedang berbaring di depan TV. Beliau menungguku sampai tak  sempat pindah ke kamar. Setelah berbincang sebentar, ibu mengajakku tidur.
2 hari di rumah. Membuatku enggan untuk berangkat ke  Surabaya. Tapi aku tidak  boleh egois, aku sudah berjanji sesulit apa pun akan kujalani.  Dengan hati tercabik aku berangkat.  Padahal masih banyak yang ingin aku ceritakan pada ibu, masih bayak yang belum aku sampaikan pada ibu. Masih banyak hal yang belum ibu ketahui tentang keadaanku.  Yang sesungguhnya aku pun sulit untuk mengatakannya. Aku hanya tidak ingin membuat ibu khawatir. 1 bulan kemudian aku pulang lagi, saat itu bertepatan dengan Idul Adha. Dan sekarang, 2 bulan setelah itu baru pulang. Sampai saat ini pun ibu belum tahu... baru kakakku yang tahu... betapa sedih diriku, namun sekali lagi ini adalah pilihanku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka...,

wish always do your best and show beautifully

Kalau boleh aku bercerita   padamu, kawan.....
Apa yang kujalani mungkin tak semudah yang kau jalani
Apa yang kurasakan mungkin tak senyaman yang kau rasakan
Mungkin kampusmu dekat dengan kosmu...
Aku pun juga dekat, hanya sekitar 15 menit untuk menempuhnya
Mungkin engkau harus berjalan kaki di jalan yang semestinya...
Aku pun jua, setapak demi setapak melangkah di jalan yang ku anggap layak
Walau  sebagian yang kulalui adalah tempat sampah
Walau sebagian pemandangan yang kujumpai adalah lautan eceng dondok
Yang terkadang  juga menghalangi karena sebegitu tingginya
Aku harus merayap untuk melalui pintu air
Yang menghubungkan Kejawan Gebang dengan Perumdos Blok T
Mungkin inilah yang tak kau dapat dalam perjalanan menuju kampusmu...

Kawan, mungkin sekarang baju yang kau kenakan telah berganti-ganti sesuai mode
Sepatu yang kau pakai juga pastilah yang sesuai
Aku tidaklah demikian
Setiap hari memakai baju hitam putih layaknya seorang sales yang sedang promosi ke desa-desa
Sepatuku pun tak pernah ganti
Tapi aku bersyukur, karena jika aku harus seperti kamu
Mungkin aku tak mampu
Karena baju dan sepatu yang kumiliki tak sebanyak koleksimu

Kawan, mungkin pilihanmu bukanlah yang kau inginkan
Jiwamu belumlah 100% di situ
Kau ingin mengulang tahun depan...
Dan orang tuamu mendukungmu
Bagaimana dengan aku???
Hati ini tak bisa berbohong
Mungkin di hadapan ibu aku tegar
Di hadapan kalian aku bahagia
Tapi aku hanya bisa tersenyum lalu menangis di hadapNya
Aku ingin seperti kalian yang mungkin bisa segalanya
Aku ingin...
Tapi dari relung hati terdengar
“ itu bukan kebutuhanmu, Cha...
Itu bukanlah yang sebenarnya kau inginkan
Bukankah kau harus istiqomah pada pilihanmu
Bukankah seharusnya kau banyak-banyak bersyukur
Dia telah membuatmu mencoret satu mimpimu
Karena Dia benar memberikan janjiNya untukmu
Kamu bisa kuliah, Cha...
Di PTN ternama, ITS...
Pernahkah kau bayangkan sebelumnya?
Tidak kan?
Kau hanya minta ‘yang penting kuliah dan dapat beasiswa’
Dia memberikan lebih dari yang kau mau
Sadarlah, Cha...
Kau tidak seperti mereka yang memiliki segalanya
Kau hanya punya doa dari ibu, bapak, dan keluargamu, juga orang-orang yang menyayangimu...
Tapi jangan besedih, Cha...
Jangan minder...
Jangan takut...
Percayalah tak ada yang lebih hebat dari DOA SEORANG IBU...
Percayalah bahwa kau mampu melewati kuliahmu
Percayalah kau mampu menjadi manusia yang bermanfaat
Percayalah kau mampu mengubah duniamu atas ijinNYA.
Percayalah, kamu masih punya ALLAH SWT yang selalu membantumu
Sekali lagi JANGAN TAKUT, CHA...
SEMANGAT... LA TAHZAN... bukankah mottomu ‘ you’ve to endure catterpillars if you want to see butterflies?’
Tunjukkanlah, Cha...
Tunjukkan itu...”
Kawan, bisikan itu yang membuatku kuat
Bisikan itu yang membuatku ikhlas menjalani hampir 1 semester ini...
Bisikan itu yang membuatku tegar meski banyak yang belum kukuasai...
Bisikan itu yang membuatku INGIN BISA
Bisikan itu yang mengajarkanku bahwa kekuatan terbesar ada pada diri kita...
Dan IBU, IBU adalah sumber kekuatanku untuk bertahan di medan perang ini. Suatu medan yang akan kutempuh 3 tahun lagi. Karena aku masih dan terus berharap keajaiban datang. Aku ingin diwisuda saat usiaku 21 tahun. Aku ingin mempersembahkan kado terindah untuk ibuku. Aku akan membuktikan bahwa aku mampu...
3 tahun lagi aku ingin melihat Fillah, Disa, dan Sofyah juga diwisuda... kami mengabadikan moment bersama meski di tempat yang berbeda. Aku berdoa semoga suatu saat nanti kita bisa menjadi keluarga. Entah siapa yang menyatukannya. Jika ALLAH mengijinkan, tidak ada yang tidak mungkin.:-)



[tulisan jaman maba, 2011]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar