Pagi yang cerah. Membuatku bersemangat untuk membuka lembaran hari
ini. “ma, Sifa berangkat dulu, salam buat ayah. Asalamualaikum…”
“ya,,,waalaikumsalam. Hati-hati di jalan.”
Pasti pada heran kenapa aku titip salam. Ya,,biasa ayah suka begadang hanya untuk nonton
sepak bola. Kata ayah sih seru. Tapi tak sedikitpun aku tertarik pada sepak
bola. Aku lebih suka basket. Siapa tahu, dengan hoby basket, tinggi badanku
bisa nambah.
“pagi Sifa.” Sapa kak
Kevin, pelatih basketku.
“pagi kak,,tumben gak sama kak Yuan.” Kak Yuan adalah teman dekat kak
Kevin. Setiap ke sekolah mereka selalu bareng.
“oh..Yuan? hari ini dia gak ke sekolah, Yuan ada urusan keluarga.”
“loh, bukannya kak Yuan belum berkeluarga, kok udah ngurusin urusan
keluarga, sih kak.”
“Sifa mulai nglantur dech…ya udah keburu bel tuch.duluan ya…?” kak Kevin menepuk bahuku dan bergegas
meninggalkanku.
Hari ini ujian kenaikan kelas telah berakhir. Tinggal menunggu hasilnya
seminggu kemudian.
“Sifa, kamu terpilih mewakili sekolah kita untuk lomba seni karya dan
sastra berbahasa inggris bersama ke empat temanmu. Zahra, Ayu, Evan, dan Ridlo.” Kata bu Vanya saat
tak sengaja aku berpapasan dengan beliau.
“gimana ya bu? Apa mungkin saya bisa?”
“tidak ada yang tidak mungkin Sifa.”
“ya sudah kalau ibu berkata penuh keyakinan seperti itu, saya akan
berusaha.”
“tolong kamu hubungi mereka, dan jangan lupa besok sepulang sekolah kumpul
di lab.Bahasa”
Aku bingung, kok aku yang kepilih. Padahal banyak
yang lebih pintar dariku. O,,,iya bu Vanya kan pernah bilang, kalau mencari
anak pintar itu banyak, tetapi mencari yang mau itu sulit. Ah, Apa salahnya aku
mencoba. Kan bisa nambah pengalaman, yang kata pepatah sih, pengalaman adalah
guru yang terbaik.
“Sifa,yang benar saja kita disuruh lomba. Aku tuch bisa apa? Ulangan saja
remidi.”kata Ridlo begitu jujur.
“kan kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.jadi tenang saja
semua mendapat bagian sesuai kemampuan kita. Makanya, kita harus ke lab. Bahasa
sekarang.”
“tuch dengerin omongan miss perfect, jangan kecil hati.” Ucap Ayu bercanda.
“Ayu…..uuu….”
“lari…….”
Huhft biasa kami berlima memang senang bergurau. Walaupun beda kelas, tapi kami sangat akrab.
“assalamualaikum…..”seru kami.
“waalaikumsalam…anak-anak tanggal 22 Juni nanti, kalian akan mewakili
sekolah kita dalam lomba seni karya dan sastra berbahasa Inggris. Untuk
latihannya, akan dibimbing oleh kak Kevin dan kak Yuan.”
“ya bu..”jawab kami kompak.
Selain jago basket, kak Kevin memang pandai dalam hal seni dan berbahasa
asing. Kalau kak Yuan sih bisa dibilang masternya lomba. Sudah banyak prestasi
yang diperolehnya. Terutama
dalam hal bahasa inggris. Aku sangat ingin sepertinya.
“tuch, mereka dah datang. Kalian bisa memulai latihannya.”
“ya bu..makasih!” bu Vanya meninggalkan kami dan meyerahkan kami pada kak
Kevin dan kak Yuan. Kami memulai latihan, mempersiapkan segala keperluan. Ridlo
dan Ayu mulai menumpahkan jiwa seni mereka pada materi dibimbing kak Kevin.
Zahra dan Evan merancang alur dan menata letak semua materi. Sementara aku berlatih
mempresentasikan karya kami dan membuat karya sastra tentangnya dengan bantuan
kak Yuan. Kami begitu bersemangat dan berusaha untuk menjaga kekompakan.
“untuk mempermudah komunikasi jika kalian ada kesulitan saat berlatih di
rumah, terutama Sifa, kalian bisa sms atau telepon ke no. ini.” Kata kak Kevin sembari
memberikan kertas bertuliskan no.HP mereka.
“latihan dilanjut besok, sekarang kalian boleh pulang.” Ucap kak Yuan.
Kamipun bergegas pulang. Huhft capeknya…
”ma, maaf Sifa gak bisa ikut anterin mama dan ayah. Sifa mau
istirahat saja.capek.”
“ya sudah.tapi Sifa gak marah, kan? Kami tinggal ke Bandung seminggu. Soal
rapor, nanti biar diambilkan pamanmu. Maafin mama gak bisa nemenin kamu lomba nanti. Tapi doa mama selalu
menyertaimu,sayang.” Ucap mama sambil memelukku dan mengecup keningku.
“ya, ma. Sifa tahu kok”
“ayo, ma
berangkat. Jaga diri baik-baik ya,Sifa.kalau ada apa-apa telepon ayah atau
mama,ya?”
“ya, yah, hati-hati.”
Ini adalah hari terakhir latihan. Tapi kak Kevin dan kak Yuan tak
kunjung datang.
“sms saja, Sifa, mereka bisa datang pa tidak?” usul Evan.
“iya, fa” sambung teman-teman.
Askum, kak Kevin I am Sifa.i n friends waiting u n kak
Yuan. Why don’t u come soon?.Z..please! thx.
“kak Yuan
gimana? Aku gak da pulsa buat telpon.kak Yuan kan kalau di sms ga pernah dibalas.”
“ au ahlaf”
serentak teman-teman menjawabnya. “eh, kak Kevin balas nich..!”
I’m so sorry can’t accompany u. I must be finish my problem, now. Ok, baby?
“problem? I don’t understand about it. Ok if
we must try without them…why not? We must be sure that we can do it.”
Kataku menghibur teman-teman yang mukanya kian lusuh mengetahui bahwa mereka ga
bisa datang
“ok,,!” kami tetap berusaha, walau tak se perfect saat dibimbing
mereka
Di sepertiga malam yang kian menyentuh fajar,
kusempatkan tuk bersujud kepada-NYA. Berharap akan hal yang membanggakan. Aku
tak bisa melanjutkan mimpiku setelah itu. Pikiranku terlalu jauh menerawang
kejadian saat lomba nanti.hingga waktu benar-benar datang padanya.
“gimana?kalian sudah siap,kan?”kata bu Vanya.
“insyaallah,kami siap,bu.”jawab kami serempak.
Tanpa mengulur waktu kamipun segera berangkat.
“kak Kevin, kak Yuan mana?” tanyaku. Tapi dia hanya tersenyum dan tak berkata apapun. Aku merasa seperti ada
yang ga beres. Aku harus cari tahu itu seusai lomba.
Akhirnya sampai juga. Gedung bertingkat nan megah ada di hadapan kami. Kami melangkah pasti, walau sedikit
nervous. Kami melakukan seperti yang pernah kami lakukan pada latihan. Dan tak ada yang menyangka, kami berhasil
meraih juara 1. bu Vanya dan teman-teman sangat senang. Tapi tak sedikitpun aku
merasa bangga. Kami merayakan kemenangan kami tanpa kak Yuan juga kak Kevin.
Karena tak kulihat kak Kevin mendampingi kami saat lomba dilaksanakan. Sekedar
memberi semangatpun tidak. Ada apa dengannya.tak seorangpun mengerti.
27 Juni, hari yang ditunggu semua
siswapun tiba. Rasa dag dig dug berselubung di jantung hati. Setelah rapor
selesai dibagikan, kak Dina mengajakku ke kantin.
“selamat, ya sepupuku tersayang. Dah dapat juara 1. kamu minta apa sebagai
hadiah?”
“ga kak, Sifa ga minta apapun. Sifa hanya ingin kak Dina jujur padaku. Kak
Dina kan deket ma kak Yuan dan kak Kevin. Sebenarnya apa yang terjadi dengan
mereka?”
“ehmmm,,,sebenarnya kakak gak berani menceritakan ini padamu, tapi melihat
kamu begitu,kakak jadi gak tega. Kamu sering sms-an dengan Kevin,kan? Kalian
juga sangat dekat. Itu membuat Yuan jealous, sayang.”
“tapi, kak bukankah kak Yuan tahu sejak dulu. Aku dengan kak Kevin gak da
hubungan apa-apa. Kedekatan kami hanya selayaknya kakak-adik. Tak lebih dari
itu. Kok bisa sich, kak Yuan berpikir sedangkal itu.” Aku tak bisa menahan air
mataku untuk jatuh.
“Sifa, sebenarnya Kevin diam-diam menaruh hati padamu. Dan,…”
“sudahlah,kak. Sifa muak dengan semua ini. Sifa gak habis pikir…” aku memotong
penjelasan kak Dina dan bergegas pergi.
“maaf, kak. Sifa harus pergi.”
“Sifa…..tunggu dulu kakak masih ingin
bicara padamu.” Teriak kak Dina yang berusaha mengejarku. Aku terus berlari dan
tak menghiraukannya.
Aku benar-benar berada pada titik kebimbangan yang
membuat kepalaku serasa ingin pecah. “terrrrrrr,,,!!!??@”
“ ya ampun non, non Sifa gak pa-pa? hati-hati donk, non. Kok bisa jatuh,
piring kesayangan non jadi pecah.” Oceh bi Iyem sambil menolongku berdiri.
“gak pa-pa, kok bi.” Aku
tidak disakiti, tapi kenapa aku merasa begitu sakit. Kata-kata kak Dina serasa
tak mau pergi dari pikiranku. Bagaimana mungkin aku bisa mengubah kesetiaannya.
Bagaimana mungkin aku membuatnya berpaling dari seorang angel seperti kak Yuan.
Ahg,,,aku semakin tak mengerti.
“Sifa,,dah siap belum?” aku tak menyadari, Ayu sudah datang menghampiriku
untuk latihan basket. Tapi
aku males banget. Aku belum siap menemui kak Kevin. Tapi bukan Sifa namaku,
kalau aku tak bisa melewati kerikil yang menghalangi jalanku
“yach,,ayoo!”
Kulihat kak Kevin sedang pemanasan bersama teman-teman lainnya. Itu berarti
kami telat.
“maaf, kak kami telat.” Ucap Ayu.
“ya, gak pa-pa. segera ambil posisi!”
Entah mengapa aku gak bisa konsen. Aku di sini, tapi pikiranku melalang
buana mengitari jagat raya hingga aku begitu pusing dan meninggalkan lapangan.
“hey, kamu kenapa?” dengan basa-basi kak Kevin mencoba mengajakku bicara.
Sementara teman-teman begitu asyik latihan.
Aku hanya terdiam sambil sesaat aku mengelap keringat.
“kok, diam?”katanya kemudian sambil mengacak-acak poniku.
“diam? Kenapa aku diam? Apa aku pernah mempertanyakan kediaman kakak saat
hari terakhir latihan dan saat lomba kemarin? Sekarang kakak bertanya padaku.
Haruskah aku menjawabnya?”
“maafkan kakak, Sifa..kakak gak bermaksud untuk mendiamkanmu juga
teman-temanmu.karena memang kakak ada masalah yang gak mungkin kakak
ceritakan.”
“problem? What is it? It is because of me,isn’t it? I
knew all. So, don’t try to hide it. I never think,it’ll be like that. Why do
you do that?” akupun tak kuasa untuk menitikkan air
mata.
“Sifa, I’m so sorry, I never think it too. But it
happen without I cann’t stop it. I liked you since the first meeting me and
you. And this like’s feel being love. Please, understand me, baby!”
“oh my God, I don’t know what must I say and do to
you? But, how about Yuan? “
“aku dan dia memang akan ditunangkan nantinya. Tapi aku tidak bisa
membohongi perasaanku.”
“aku menghargai apapun keputusan kakak, tapi bukan berarti aku tidak
menghormati kak Yuan.”
“what do you mean?”
“ I’m sure that you can understand this situation. I
am so happy can be your and Yuan’s friend.I don’t want to destroy this
friendship.”
“but, my feel is so deep to you.” Kak Kevin memegang pundakku dan menatapku begitu dalam. Tak berani
aku menatap balik kepadanya.
“ku mohon,
jangan halangi jalanku. Aku mau kembali ke lapangan. Gak enak sama teman-teman. Don’t you feel it too?” dengan berbisik aku mencoba menghentikan
semua ini. Sebelum aku terjatuh terlalu dalam pada sumur cintanya. Aku juga tak
mungkin membuatnya berharap bulan bisa dia gapai,bintang bisa dia ambil, dan
seluruh dunia ini dia miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar