- Sabtu, 27 Juli 2013

Ukhuwah itu... Tidaklah Sunyi dari Uji^^

Seperih rasa sakit. Sungguh, jauh berbeda dari hari sebelumnya. Rasanya, air mata tak ingin berdiam diri, melepas diri, menangis. Dan aku tahu, saat itu, ada perih yang terasa menyayat hati. Dan aku paham, ukhuwah itu tidaklah sunyi dari uji.
“karena saat ikatan melemah, saat keakraban merapuh
Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan

Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai

Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
Hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
Tentu lebih sering, imankulah yang compang-camping ,,, “
(Salim A Fillah )
Yah, benar..
Imanku sedang sakit, amalanku menurun dari semangat
Yah benar..
Akulah yang sebenarnya tersalah, akulah  yang pantasnya terdakwa.
Begitulah ukhuwah, atmosfer yang terkadang berganti. Menyengat, menyayat hati hingga sesekali menghalau air mata yang menandakan kesedihan.



Mungkin, aku yang tak paham bahwa sahabatku juga tak  lepas dari ujiNya. Hingga terkadang sedih menyergapnya, masih saja ku tambah dengan ketidakpahamanku. Dan sungguh, aku juga tak lepas dari ujiNya. Hingga terkadang sedih sedang berhadir bertemu dengan ketidaktahuanmu. Dan akhirnya, harus kita tahu, ukhuwah itu sedang di uji. Saat ketidakpahamanku dan ketidaktahuanmu menyatu tanpa melebur. Kita mungkin tahu, tapi tidak mau tahu.

Apakah cinta dalam ukhuwah itu ada hanya ketika hati tentram?
Apakah cinta dalam ukhuwah itu hadir hanya saat hati bahagia?
Lalu, kemana ia saat hati gerah memanas?
Lalu, kemana ia saat hati tangis memerih?
Mungkin, ia lagi bersembunyi, menghilang.
Mungkin akan kembali, mungkin tidak.
Begitulah ukhuwah, ia tak sepi dari uji.
Begitulah sakitnya rasa cinta dalam ukhuwah, kala ia tak lagi sama dengan sebelumnya, hati terasa memerih, memerah tangis. Kala kata-kata mulai tidak seperti biasanya, segeralah hati merundung sedih. Kalau lah tidak ada rasa cinta, sungguh itu takkan terjadi, namun apakah harus bahagia atau bersedih?

“Abu Bakar bersimpuh lalu menggenggam tangan sang Nabi. Ditatapnya mata suci itu dalam-dalam. ‘antara aku dan putra Al-Khattab,’ lirihnya, ‘ada kesalahpahaman. Lalu dia marah dan menutup pintu rumah. Aku merasa menyesal. Maka ku ketuk pintunya, kuucapkan salam berulangkali untuk memohon maafnya. Tapi, dia tidak membukanya, tak menjawabku, dan tak juga memaafkanku.’

Tepat ketika Abu Bakar berkisah, ‘Umar ibn Khattab datang dengan resah. ‘sungguh aku di utus pada kalian,‘ sang nabi bersabda menghardik, lalu kalian berkata, ‘engkau dusta!’
Wajah beliau tampak memerah, campuran antara murka dan rasa malunya yang lebih dalam dibanding gadis dalam pingitan.

‘hanya Abu bakar seorang,‘ sambung beliau, ‘yang langsung mengiyakan,‘ engkau benar ! ’lalu dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya. Masihkah kalian tidak takut pada Allah untuk menyakiti sahabatku?’

‘Umar berlinang, beristighfar dan berjalan bersimpuh mendekat. Tetapi tangis Abu Bakar lebih keras, derai air matanya bagai kaca jendela lepas. ‘tidak ya Rasulullah. Tidak. Ini bukan salahnya,‘ serunya terpatah-patah isak. ‘Demi Allah akulah yang memang keterlaluan.‘ lalu dia pun memeluk Umar, menenangkan bahu yang terguncang. Mereka menyatukan rasa dalam dekapan ukhuwah, menyembuhkan luka.“

Dan lihatlah, insan-insan terbaik ini pun tak lepas dari uji dalam ukhuwah mereka. Dan begitu pun kita, dan disini aku berada di posisi Umar yang (mungkin) menyakiti hambaNya, dan disini aku berada di posisi Abu  Bakar yang (mungkin) memang keterlaluan.

“Masihkah aku tidak takut menyakiti hamba Allah yang dicintaiNya, yang berkorban di jalanNya?“

Sungguh, sebenarnya aku takut. Semoga aku berada diantara kemaafan sahabat-sahabatku atas ukhuwah yang belum kutunaikan haknya. Dan ketahuilah, kita hidup dalam kemaafanNya.
“ Ya Rabb..
Izinkan aku mencintai sahabat-sahabatku baik di kala ia ridho atasku dan baik di kala ia enggan atasku..
Izinkan aku mengasihi sahabat-sahabatku baik di kala ia bahagia denganku dan baik di kala ia benci denganku..
Izinkan kami mencintai karenaMu, hingga ujian dalam ukhuwah ini bisa kami lewati dengan kefahaman kami dan keridhoanMu. “


#Kepompong, sesungguhnya aku tak paham apa yang membuatnya diam. hatiku berkata dia (mungkin) marah, namun dia bilang tak marah. Kepompong, bukankah seharusnya aku yang kecewa? namun aku jua tak menyalahkannya. biar-biarlah dia diam. jika diam adalah caranya untuk peka. biar-biarlah dia tak membalas kata dan tanyaku. jika dengan begitu semua (mungkin) bisa terselesaikan.

#Kepompong, ini adalah ke-berapa kalinya, entah aku tak kan menghitungnya. biarlah ujian ini semakin menguatkan pundak kami. mengokohkan kaki kami. dan menjaga hati kami dalam membersamai langkah-langkah para pejuang di jalan cintaNya. 


#Kepompong, di saat-saat seperti ini, disaat air mata meleleh tanpa sebab yang jelas, di saat pikirku kalut dan hatiku kacau, aku selalu teringat dirimu. kamulah satu-satunya yang paling mengerti aku. ya, tapi tak selamanyalah aku menuntut pengertian, tapi aku harus menginisiasi untuk lebih mengertinya. karena memang tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia di dunia ini yang tanpa cela. beruntung aku selalu menyisakan ruang untuk menerima segala kekurangannya. karena setidaknya itu menjadi obat ketika aku dikecewakannya. seperti kutipan di bawah ini :
"saya percaya, bahwa kesempurnaan manusia justru terletak pada ketidaksempurnaannya. maka, setiap ada rasa kagum pada seseorang, saya selalu menyisakan ruang dalam jiwa untuk menerima segala kekurangannya. paling tidak sebagai obat jika kelak ada rasa kecewa" (Ahmad Rifa'i Rif'an)

teruntuk kamu yang merasa^^
23.53 l 18 Ramadhan 1434 H l @kamar impian

*risk*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar