- Kamis, 19 Juli 2012

Maafkan Reva, Ayah...




maaf, jika aku tak bisa terus menggandengmu,...
                                                                            

Kupandangi keajaiban malam ini dari balik jendela kamarku. Sang rembulan menyapaku dengan senyumnya yang menawan didampingi oleh jutaan bintang dengan cahyanya yang gemerlap. Sayup-sayup ku dengar lantunan ayat suci yang menggema, menggetarkan hatiku, dan melemaskan jiwaku.perlahan air mataku jatuh berlinang membasahi kalbu. Tapi apatah daya??? Aku hanya bisa berharap bunda tenang di atas sana. Menikmati keindahan surgawi tanpa ada beban sedikitpun. Tanpa ada seorang anak yang bandel dan manja sepertiku, yang selalu mengganggu bunda saat bekerja.
            “Rev, kok belum tidur?” terdengar suara ayah yang melangkah perlahan mendekatiku. Aku hanya terdiam.
            “sudahlah, nak.jangan bersedih lagi. Kita adalah ciptaan-NYA dan kita pasti akan kembali kepangkuan-NYA.”
            “iya,yah. Reva tahu kok.”
            “o…ya Rev, besok kita akan pindah ke rumah nenekmu. Soal sekolahmu sudah ayah urus.”
Aku hanya mengaggukkan kepala. Walau sebenarnya sulit meninggalkan kenangan yang ada di rumah ini, sampai aku berusia 16 tahun seperti saat ini. Tapi aku harus sadar, roda waktu terus berputar.
            “kok diam? Ya sudah ayah sudah ngantuk.cepat tidur ya.semoga mimpi indah.” Ayah mencium keningku dan berbalik meninggalkanku.
ku tutup mata rapat-rapat. Berharap malam ini cepat berlalu.

Adzan subuh menyapa, membangunkanku dan mengajakku untuk segera menunaikan kewajibanku kepada-NYA. Usai sholat, aku memulai perbincangan dengan ayah.
            “yah,Reva sudah siap kok.kemanapun ayah membawaku, aku yakin tempat itu adalah yang terbaik untuk menaruh masa depanku.”
            “kalau begitu, segera kemasi barang-barangmu. Setelah sarapan kita berangkat.”
            “ok,yah!”
“senang sekali rasanya bisa melihat ayah tersenyum semanis ini”kataku dalam hati.


Kami berangkat ke rumah nenek naik bis. Maklumlah ayahku bukan seorang pengusaha. Tapi aku bangga kepadanya. Dalam keadaan bagaimanapun,ayah bisa memberikan cinta dan kasih sayangnya padaku, juga bunda. Saat detik-detik terakhir bunda akan pergi ayah masih memperlihatkan kesetiaannya dan selalu bisa tersenyum di hadapan bunda.
Tidak terasa bis sudah sampai di depan rumah nenek. Kami turun dari bis dengan perasaan bangga. Ketika kuinjakkan kakiku di halaman rumah nenek, beliau menyambutku dengan senyumnya yang merekah dari bibir tuanya. Namun masih terlihat manis dan menawan. Entah mengapa kepalaku pusing dan semua yang ada di hadapanku tampak gelap. Ayah terkejut melihatku tergeletak tak berdaya. Ayah dan nenek membawaku ke RS. Pelita Jaya, yang kebetulan dekat dari rumah nenek. Ketika aku sadar, ayah dan nenek terlihat sedih.
            “yah, Reva kenapa?”ayah hanya diam seribu bahasa.
            “Reva sayang, jangan sedih, tetap bersemangat dan tetap tersenyum, ya!” ucap nenek menghibur.
            “iya, nek. Sebenarnya Reva kenapa yah? Kok sedih begitu.”
            “kamu menderita kanker otak stadium 3 ,Rev..rajin minum obat ya,supaya kamu bisa lebih lama menemani ayah dan orang-orang yang kamu cintai.” Kata dokter yang menanganiku.
Aku tak mampu berkata apapun. Hanya air mata yang menunjukkan isi hatiku.
            “Tuhan, kenapa semua ini harus terjadi padaku.” Gumamku dalam hati.
Fikiranku melambung. Bagaimana ayah bisa memenuhi kebutuhan obatku. Jika hidupku harus bergantung pada obat. Sementara ayah belum mendapat pekerjaan di sini.

Dua hari telah berlalu, aku sudah nampak sehat. Ayah membawaku pulang. Kulihat ayah begitu tegar. Dia memberiku semangat dan harapan untuk hidup lebih lama. Aku harus bahagiakan ayah.
Senin ,02 April,,,hari pertamaku di SMA KASIH IBU. Tak sedikitpun gugup kurasa. Ku melangkah pasti menyongsong masa depan.
            “perkenalkan, nama saya Reva Ainal Syifa. Kalian bisa memanggil saya Reva.” Ku coba memperkenalkan diriku saat jam pelajaran pertama. Beruntung teman-teman baruku menyambutku dengan ramah.
            “hai,aku Via” dia mengulurkan tangan kepadaku dan akupun menyambutnya dengan segera.

Sang roda waktu terus berputar, mengantarkan aku ke hari-hari yang lebih baru. Tentunya dengan semangat baru juga. Hari ini, ayahku mendapat pekerjaan baru sebagai cleaning service di RS.Pelita Jaya,tempatku di rawat atas tawaran dr. Ervan, dokter yang menanganiku. Ayah sangat senang,akupun juga.
            “semua ini untuk kamu, Rev.ayah tak ingin kehilangan kamu.” Ayah memelukku, matanya berkaca-kaca. Perih hati ini mendengar perkataan ayah. Melihat perjuangan dan pengorbanan ayah.
            “ayah,terima kasih ya..ayah selalu menjagaku setelah 2 tahun kepergian bunda. Ayah adalah ayah yang paling hebat.Reva sayang ayah…”
Aku menangis di pelukan ayah. Nenek yang baru selesai memasakpun ikut menangis melihat kami. Dan sejenak semua menjadi hening.

Mentari bersinar cerah…menceriakan hariku. “ayah,nenek Reva berangkat,,assalamualaikum..”
“waalaikumsalam…hati-hati di jalan..”
Ku lewati hamparan padi yang mulai menguning dan berbagai tumbuhan menari gemulai di terpa angin. Membuatku melupakan semua masalahku.
            “hai, Rev bareng yuk.” Ajak Via dan teman-teman.
            “iya, yuk!!” kami bersendau gurau,,dan tanpa terasa sudah sampai di sekolah.
Jam pertama adalah pelajaran olah raga. Aku sangat bersemangat. Kami lari-lari kecil sebagai pemanasan. Tiba-tiba tubuhku lemas dan akupun tak sadarkan diri. Aku dilarikan ke RS. Pelita Jaya.Via dan Pak henny mendampingiku. Saat aku sadar, ayah sudah ada di sampingku.
“yah, Reva tidak apa-apa kok” kataku dengan penuh senyum.
“iya, maafkan ayah ya?”
“tidak apa-apa, yah,,,kalaupun maut menjemput Reva,ikhlaskan saja ya, yah! Reva akan hadapi dengan senyuman dan ketabahan.” Kataku meyakinkan ayah.
Ayah hanya terdiam. Aku tak tahan melihat ayah harus bekerja keras untuk kehidupanku yang tinggal di ujung waktu. Aku tak perlu menjalani pengobatan itu lagi. Aku akan terobosi celah-celah kehidupanku yang tinggal sebentar. Kan ku hadapi dengan senyuman, agar ku tak merasa kesakitan. Biarlah penyakit ini menggerogoti diriku sampai aku ke sana, di suatu tempat yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ya,,,di luar kehidupanku. Ku tak tega melihat orang-orang yang aku cintai. Tapi aku selalu senyum pada mereka. Entah sampai kapan aku seperti ini. Ku tutup mata rapat-rapat. Aku tidak takut jika aku tidak bisa membukanya kembali. Aku yakin bunda sudah menuungguku di atas sana. Ku lihat batas kehidupanku yang sudah terlintas dengan hati berdebar dan kan ku hadapi dengan senyuman. Maafkan, Reva ayah…..!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar