Maha Suci Allah yang telah memberiku kesempatan menghirup udaraNya hingga detik ini. Detik dimana jiwa ini telah berada 18 tahun dalam ragaku. Pada hari ke sembilan, bulan Oktober 1993, itulah pertama kalinya aku diberi kesempatan melihat cantiknya wajah ibuku walau dalam samar. Merasakan kebahagiaan ayahku walau dalam diam. Saat itu, air mataku bak mata air di padang pasir yang menjawab penantian mereka selama sepuluh bulan, jerit tangisku bagaikan nyanyian surga yang menyejukkan kalbu mereka. Hadirku memberi kebahagiaan, dan diharapkan akan selalu memberi kebahagiaan sampai di penghujung waktuku.
Aku dianugerahi tiga untai kata
sebagai namaku. Riskha Tri Oktaviani. Ya, mungkin itu hanya sebuah nama yang
tak bermakna. Namun kuyakin setiap hurufnya tersimpan doa dari ayah dan ibuku.
Doa yang diharapkan mampu membawaku
tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang ma’rifat, arief, dan bijaksana.
Selama ini, aku hidup di antara
keluarga yang sederhana. Dari kesederhanaan itu, aku belajar mandiri, belajar
untuk tidak selalu bermanja-manja di pangkuan ayah dan ibu, dan berusaha
menerima juga memahami setiap keadaan. Seiring masa yang terus berlari tanpa
terkejar, aku mulai mengenal siapa aku, apa yang ku lakukan, dan apa tujuan
hidupku.
Sembari ku belajar mengenal jati
diriku. Ku memahami dan meyakini bahwa aku lahir karena Allah, aku hidup untuk
beribadah pada Allah, untuk bertemu Allah jika telah tiba masanya nanti aku
harus menghadapNya. Sekarang, disini, di tempat yang baru kuhuni kurang lebih 1
bulan ini, telah kuniatkan walau berat, akan ku usahakan walau ku lemah, akan
kujalani walau ku tak tahu sampai ujung mana Sang Pemilik diriku membawaku.
Kuniatkan seberat apapun akan kujalani. Walau takut, aku tidak boleh takut.
Karena disisiku ada dua malaikat Allah. Karena dalam setiap detik waktuku,
selalu ada Allah yang menemaniku. Merangkai pagi, menjalani hari, memupuk
semangat dalam terik mentari, menyulutkan bara dalam dinginnya malam, dan
segalanya. Karena nafas ini, detak jantung ini, aliran darah ini, semua
bertasbih kepada Allah. Maka atas ridhoNya, akan kupertanggungjawabkan
pilihanku. Pilihan satu-satunya. Karena aku masuk melalui jalur BIDIK MISI.
Walau sebelumnya tak pernah terbersit keinginan untuk ke kampus perjuangan,
ITS. Tapi dengan menyebut namaNya yang agung, aku mendaftarkan diri di ITS.
Dengan modal nilai rapor yang biasa-biasa saja, dan sedikit prestasi yang
pernah kuraih, kuberanikan diri mengambil kesempatan itu. Karena saat itu aku
berpikir, pokoknya aku harus kuliah.
Seiring dewasanya pikiranku, aku
mulai berpikir bahwa aku kuliah bukan hanya kuliah. Aku harus bisa membawa
namaku, membawa nama keluargaku, membawa nama sekolahku, dan membawa nama
kotaku. Aku harus berjuang lebih giat, karena aku disekolahkan oleh banyak
orang. Bahkan tukang becak yang setiap hari ku lihat di tepi jalanan itu pun
turut menyumbang dana untuk pendidikanku. Mereka berharap besar padaku. Maka
aku harus berjuang di kampus perjuangan ini.
Satu bulan menjadi bagian dari ITS, tidaklah mudah untuk
beradaptasi. Berat memang, tapi hal itu tidak boleh mematahkan semangatku untuk
bisa. Rindu keluarga, rindu masa-masa SMA, rindu rumah, dan semua hal yang
pernah ada di sampingku, yang sekarang tak kutemui. Tapi itu semua tak boleh menyurutkan
langkahku untuk berjuang, memperjuangkan pendidikan yang kuharapkan bisa
membukakan pintu-pintu keindahan masa depan. Keindahan masa depan yang telah
kurajut bersama asa dan doa di setiap rukuk dan sujudku. Walau aku tak pernah
tahu kapan keindahan itu kan kuraih. Namun janji Allah tak pernah palsu.
Keindahan yang Dia janjikan pasti akan diberikan. Tugasku sekarang adalah
belajar, belajar, dan belajar. Tidak hanya belajar akademik, tapi non akademik
juga. Aku harus bisa menyeimbangkan keduanya. Aku tidak mau jadi mahasiswi
kupu-kupu. Aku harus bisa memberikan kontribusi pada lingkungan di sekitarku.
Memberikan yang terbaik untuk mereka yang dengan ikhlas turut mendoakan untuk
kesuksesanku. Hingga sekarang aku telah menikmati menjadi maba di ITS. Mengikuti
seluruh kegiatan maba yang begitu padat. Dengan jargon ITS CAK ( Cerdas,
Amanah, Kreatif), membuatku termotivasi menggagas peradaban. Melantunkan Hymne ITS membuatku merinding,
apalagi saat mendendangkan lagu totalitas perjuangan, yang baru kuketahui di
sini, Subhanallah, darah juang ini berdesir, berharap benar-benar dengan
sepenuh hati bisa menanamkan dalam hati dan memberikan kontribusi nyata dari
lagu tersebut.
Semester 1 di ITS aku mendapati mata kuliah Agama Islam. Untuk mata kuliah
agama ada kegiatan mentoringnya. Secara
umum mentoring merupakan kegiatan pendidikan yang mencakup di dalamnya tentang
mengajar, mendidik, melatih, dan membina yang dilakukan dengan pendekatan
saling nasehat-menasehati. Didalamnya terdapat rasa saling mempercayai satu
sama lain antara dua pelaku utama yaitu mentor (penasehat utama dalam kelompok
mentoring) dan mentee (peserta mentoring). Arti saling nasehat-menasehati itu
adalah saling memberikan perhatian hati terhadap yang dinasehati, yaitu
bertujuan untuk kebaikan dan dilakukan dengan cara mengikuti apa-apa yang
dicintai Allah. Pendekatan saling nasehat-menasehati tersebut sesuai dengan apa
yang diperintahkan Allah dalam firmanNya yang berbunyi :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehatmenasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran” (QS. Al-Ashr : 1-3)
Dari penjelasan di atas, maka
nasehat-manasehati merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap muslim, oleh
karena itu saling menasehatiditerapkan dalam kegiatan mentoring. Pendekatan
saling menasehati dalamkegiatan mentoring bertujuan untuk menciptakan suasana
saling belajar,saling mempercayai, serta saling memberi pengalaman dan kebaikan
yangnantinya akan memberikan perubahan ke titik yang lebih baik yakni sebuah kepribadian
Islam yang menyatu dalam kehidupan sehari- hari para remaja. ( http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2187550-pengertian-mentoring/
)
Mentoring sebenarnya adalah proses
untuk “akselerasi kedewasaan”. Kedewasaan ini sangatlah luas, bisa jadi
kedewasaan dalam memahami Islam, kedewasaan dalam berilmu sesuai pilihan kompetensinya,
kedewasaan dalam menyikapi masalah, kedewasaan dalam memilih keputusan, bahkan
kedewasaan dalam bergaul mengenal karakter manusia.
Dengan mentoring kita akan
memperbesar “kapasitas berkomunitas” kita, memahami bahwa ternyata karakter manusia
itu beragam, menangani konflik komunikasi, hingga mampu bekerjasama walaupun
terdapat perbedaan prinsip di satu sisi.
Mentoring tidak
hanya sebatas sebagai asistensi agama islam yang hanya 2 SKS, tapi jauh dari
itu mentoring akan Membentuk Pribadi Muslim yang Istiqomah (Al-Syakhsiyah
Al-Islamiyah Al-Mustaqimah). Mentoring adalah proses menuju pembentukan pribadi
yang paten, atau dengan kata lain memiliki “matanah” (imunitas) baik secara
“ma’nawiyah” (moralitas), “fikriyah” (gagasan dan pemikiran) dan “Tandzhimiyah”
(struktural). Selain itu juga karena sudah terlalu banyak orang pintar di
negeri ini, tapi orang yang berilmu dan beriman sangatlah sedikit. Sedangkan
untuk menggagas sebuah peradaban bangsa, kita membutuhkan SDM yang benar-benar
tangguh secara jasmani dan rohani.
Dan selama satu semester mentoring kemarin, aku telah mendapat
banyak hal yang sedikit demi sedikit telah mengubah kepribadianku. Meskipun
belum se-luar biasa yang kuurai atas. Namun aku percaya selama aku masih berada
dalam sistem, aku bisa melangkah ke arah sana. Bersama-sama menggagas peradaban
bangsa dengan keindahan, ketulusan ukhuwah, dan keimanan dalam mentoring.
Semoga di mentoring lanjutan aku akan mendapatkan sesuatu yang lebih. Yang
semakin menguatkan keyakinanku bahwa “religion
without science is lame, science without religion is blind”. Ustad Dr.
Yusuf Qordhowi pernah memprediksikan bahwa kebangkitan umat islam akan datang
dari sebelah timur jazirah arab, ada 2 pilihan Malaysia atau Indonesia. Jika
melihat kondisi saat ini Indonesia banyak mendapatkan musibah, mungkin Alloh
telah memberikan cobaan bagi umat islam di Indonesia untuk selalu tabah dalam
menghadapi cobaan guna mempersiapkan kebangkitan itu, dan mudah-mudahan melalui
mentoring akan mengakselerasi proses kebangkitan islam itu. Wallohuallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar