- Minggu, 14 April 2013

Sepucuk Cinta Dariku


sepotong cinta untukmu, :)
Magetan, hari ke-13, April 2013
Di sudut istana cinta, di tengah heningnya ruang persegi empat yang sederhana, yang hanya ada satu meja dan dua kursi. Di dekat kaca dengan kelambu biru, sebiru langit yang terlihat mata dari balik kaca. Dengan sedikit gumpalan awan putih yang menambah manisnya langit sore ini.

Bismillahirrahmannirrahiim,...
Kurajutkan kalimat sederhana sebagai balasan goresan tangan kalian kemarin. Kuharapkan itu memang benar-benar dari hati kalian, adek-adek-ku yang kucintai karena Rabb-ku. Yang dariNya lah cinta ini mengalirkan semangat luar biasa untuk menuliskan sepatah dua patah kata sederhana untuk sekadar mengucap terimakasih atas apa yang adek-adek berikan pada mbak. Untuk sekadar mengucap maaf pada kalian karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian. Meskipun berkali-kali mbak bilang, ukhuwah itu tak mengenal rasa terimakasih dan kata maaf.

Yang terkasih adek-adekku,
Dek Isti, dek Ira, dek Fatma, dek Widya, dek Novia, dek Prisa, dek Fazah
Kalian adalah sosok-sosok luar biasa yang belum pernah saya temui sebelumnya. Kalian adalah sosok-sosok yang sedikit banyak membawa perubahan pada diri mbak.
Dari kalian mbak belajar banyak hal.
Dek Isti yang selalu ceria. Dari keceriaan dek Isti,mbak belajar ceria. Mbak belajar untuk selalu menampakkan wajah terbaik mbak, wajah penuh senyum keceriaan, setiap bertemu dengan saudara/saudari mbak. Karena sebuah pepatah jua mengatakan, “Tampakkanlah wajah terbaikmu, senyum terbaikmu, ketika berjumpa dengan saudara/saudarimu. Karena dari wajah itu akan terpancar aura kebahagiaan untuk saudara/saudarimu. ”
Dek Ira yang pendiam. Dari diamnya dek Ira, mbak belajar ketenangan dan kesederhanaan. Dari ketenangan itu mbak belajar menghadapi gejolak. Bahwasanya ada kala yang mengharuskan mbak untuk diam ketika emosi ini berapa pada ujung tombak. Dan dari kesederhanaan itu, mbak belajar untuk selalu bersyukur. Memaknai setiap bahagia yang mengalir dariNya. Karena sejatinya bahagia itu sederhana. Sesederhana udara yang kita hembus setiap detiknya tanpa syarat. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”, (yang diulang sebanyak 31 kali dalam QS Ar Rahmaan)
Dek Fatma yang kritis. Dari adek mbak belajar, bagaimana bersifat tawadhu’, sebagaimana embun menunduk di pucuk daun. Menyiapkan telinga selebar-lebarnya untuk selalu mendengar, menyiapkan hati selapang-lapangnya untuk menerima. Memaknai setiap teguran sebagai perubahan yang baik untuk diri mbak. Pepatah juga mengatakan, “ketika hari ini kita masih sama dengan hari kemarin, berarti kita rugi. Dan ketika hari esok dan seterusnya pun kita masih sama, maka kita termasuk orang-orang yang sangat merugi.”
Dek Widya yang ramah. Dari adek mba belajar fleksibel. Menyamakan frekuensi dengan sekitar. Tidak membedakan, meski ada hal yang berbeda. Sebagaimana dalam sejarah, “Bineka tunggal ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”. Dari adek mbak juga belajar bagaimana seni menegur tanpa menyinggung. Masih ingat di dokter angka dek? Ketika mbak lebih fokus dengan laptop dibanding fokus ke kajian?, sebenarnya kala itu mbak jua mendengarkan. Namun dengan cara yang berbeda. Namun mbak salut dengan dek Widya. Berani menegur mbak dengan sangat hati-hati. Dari kehati-hatian itu mbak jua belajar untuk lebih hati-hati dalam bertindak. Karena sekali kita mengambil keputusan yang salah, maka kita akan menyesal seumur hidup kita.
Dek Novia yang disiplin. Dari adek mbak belajar untuk menjadi disiplin dan menghargai waktu. Bagaimanapun itu, waktu ibarat busur panah. Melesat cepat tanpa mampu kita hentikan. Barang siapa tidak bisa memanfaatkannya dengan baik. Maka akan merugi. Karena waktu tak akan berulang. Tak akan kembali, juga tak bisa dibeli. So, dari kedisiplinan dek Novia mbak jadi belajar untuk selalu memberikan manfaat di setiap detik waktu yang mbak miliki. Sebagaimana dalam petikan sebuah hadist, “...khoirunnas anfa’uhum linnas”, “...sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.”
Dek Prisa yang semangat belajarnya tinggi, keingin tahuan adek akan islam, membuat mbak tidak malu untuk bertanya. Membuat mbak turut semangat untuk belajar lagi dan lagi. Membuat jiwa pembelajar yang kian tertutup ego diri ini kembali bersemangat untuk belajar dan berbagi. Karena sejatinya hidup ini adalah untuk belajar. Dan sejatinya ilmu jua pun tak pernah mati. Ia akan terus bersama jiwa-jiwa pembelajar dan penebar. Sebagaimana sebuah pengalaman mengatakan, “Bahwasanya ketika ilmu itu kita bagi kepada orang lain, maka Allah akan mengalirkan kembali ilmu itu pada kita lebih dari apa yang kita bagi pada mereka. Hingga darinya kita mampu melukis pelangi-pelangi nan indah merona dalam dunia dan akherat kita.
Dek Fazah yang pintar. Subhanallah, mata hati ini selalu basah oleh luh hangat yang menetes. Berkaca-kaca, dan terbendung dalam kelopak ini, air yang memberontak jatuh tatkala mendengar tilawah dek Fazah. Sungguh bacaan mbak belum apa-apa dibanding dek Fazah. Sungguh rasanya ingin menangis haru tatkala dengan hati-hati adek membenarkan bacaan mbak. Hina diri ini ketika untuk belajar mata kuliah saja membelakan diri untuk begadang. Namun untuk belajar Alqur’an tak ada waktu. Sungguh betapa cacatnya hati ini jika hal demikian terjadi pada kita, umat Muhammad, yang berpedoman pada Alqur’an dan As sunnah. Bagaimana kita memaknai pedoman hidup kita jika kita tak mau mempelajarinya. Terus semangat menebar kebaikan ya dek. Rasulullah menganjurkan kepada kita, umatnya, “Bersegeralah dalam melakukan kebaikan sebelum nyawa berada di ujung tenggorokan.”
Dek isti, dek Ira, dek Fatma, dek Widya, dek Novia, dek Prisa, dek Fazah, kalian ibarat warna warni pelangi. Bersyukur mbak mendapatkan mente seperti kalian. Bertemunya kita, berkumpulnya kita dalam sebuah kelompok kecil yang sudah seperti keluarga adalah skenario Allah. Segala puji hanya bagiNya yang telah mengirimkan adek-adek yang luar biasa seperti kalian ke mbak. Sebagaimana yang mbak selalu bilang, “Kesempurnaan hanya milik Allah, dan segala khilaf adalah dari mbak.” Mbak mohon maaf ya, dek. Jika belum bisa menjadi mentor yang baik bagi kalian. Disini mbak dan kalian tidak ada bedanya. Mbak juga masih belajar seperti kalian. Bahkan mbak juga belajar dari kalian. Terimakasih, hadirnya kalian dalam kehidupan mbak, memberi warna tersendiri, melukiskan pelangi di hati mbak. Ukhibukkum fillah, adek-adek hebat J

“Karang akan hadapi hujan, terik sinar mentari, badai, juga gelombang. Elang akan menembus lapis langit, mengangkasa jauh, melayang tinggi dan tak pernah lelah untuk terus mengembara dengan bentangan sayapnya. Ikan Paus akan menggetarkan samudera hanya dengan sedikit gerakan. Pohon akan hadapi petir, deras hujan, silau matahari, namun selalu berusaha menaungi. Melati ikhlas untuk selalu menerima keadaannya, meski tak terhitung pula bunga-bunga lain dengan segala kecantikannya. Kupu-kupu berusaha bertahan, meski saat-saat diam adalah kejenuhan. Mutiara tak memudar kelam, meski pekat lingkungan mengepungnya di kiri-kanan, depan dan belakang. Tapi karang menjadi kokoh dengan segala ujian. Elang menjadi tangguh, tak hiraukan lelah tatkala terbang melintasi bermilyar kilo bentang cakrawala. Paus menjadi kuat dengan besar tubuhnya dalam luas samudera. Pohon tetap menjadi naungan meski ia hadapi beribu gangguan. Melati menjadi bijak dengan dada yang lapang, dan justru terlihat indah dengan segala kesederhanaan. Mutiara tetap bersinar dimana pun ia terletak, dimana pun ia berada. Kupu-kupu hadapi cerah dunia meskipun lalui perjuangan panjang dalam kesendirian.”
(Ahmad Bin Ismail Khan)
Adek-adek, Menjadi apapun diri kalian, bersyukurlah selalu. Sebab kalian yang paling tahu siapa diri kalian. Sebab kalian yakini kekuatan kalian. Sebab kalian sadari kelemahan kalian. Jadilah karang yang kokoh, elang yang perkasa, paus yang besar, pohon yang menjulang dengan akar menghujam, melati yang senantiasa mewangi, mutiara yang indah, kupu-kupu, atau apapun yang kalian mau. Tapi, tetaplah sadari bahwa kalian adalah seorang hamba, seorang yang lemah dihadapanNYA! Itulah diri kalian.
Tetap semangat adek-adekku, “jika mereka bertanya padamu tentang semangat, jawablah bhwa bara itu masih tersumat dalam dadamu! Bahwa api itu masih bersemayam dalam dirimu! Bahwa matahari masih terbit dari hatimu! Bahwa letupan itu siap meledak dalam duniamu! Katakan itu pada mereka, orang-orang yang ragu akan kemampuan dirimu. Karena mimpimu saat ini adalah kenyataan untuk esok” (Hasan Al-Banna)
salam hangat, (Riskha Tri Oktaviani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar