- Senin, 20 Januari 2014

Perjalanan Kunang-Kunang Part 1

Memang butuh perjuangan dan pengorbanan tulus, sekalipun hanya untuk mencoret sebuah mimpi.--@IPSempurna


menghimpun cahaya seribu kunang-kunang :)

Menjadi salah satu dari ribuan kunang-kunang yang tersebar di seluruh pelosok negeri adalah salah satu mimpiku. Membuat simfoni karya bersamanya juga termasuk salah satu mimpiku. Mimpi yang sempat tertunda tidak hanya sekali, namun tiga kali ini, rupanya masih milikku. Justru disaat aku tak terlalu menggebu untuk mengikutinya. Justru ketika aku teramat santainya dalam memenuhi persyaratannya. Bahkan saat pengumumanpun juga tak bergairah untuk melihatnya. Entahlah, rasanya nggak greget sama sekali.

Setelah beberapa teman yang tahu kalau aku daftar bertanya terkait lolos tidaknya aku. Dan ada diantaranya yang curhat atas kekecewaannya karena nggak lolos. Padahal dia mupeng banget pengen ikutan. Aku baru berniat untuk melihatnya. Namun tidak bisa melihat karena terkendala internet. Akhirnya aku minta tolong ke temenku untuk melihatkannya. Tapi bukannya to the point lolos apa tidak. Malah direcokin. “deg degan nggak? feelingmu ketrima nggak?”, “duh, apaan sih?”, batinku. “Biasa aja. Kalau ketrima Bismillah, kalau nggak ketrima malah Alhamdulillah”, balasku.

“Selamat”, sms terakhirnya berkata demikian malam itu. Namun aku tak menggubrisnya. Justru terdiam dengan sedikit simpulan senyum lalu terlelap. Dalam perjalanan ke dunia mimpi sempet terucap kata, “Pasti dia bercanda. Paling ya nggak lolos.”

Kamis pagi, berpuluh-puluh jam setelah pengumuman. Hatiku tergerak penasaran untuk melihatnya. Iseng-iseng aku rebut keyboard teman sebelahku dan mulai mengeja huruf demi huruf portal Forum Indonesia Muda. Sempat dag dig dug jantungku ketika memasukkan username dan passwordku. Seketika rasa galau bersemayam dalam hati, ketika kata demi kata telah tereja dengan sempurna hingga menemukan sebuah kata yang sama dengan sms terakhir temanku.

Ya Rabb, akankah ini jawaban atas segala penantian? Apakah ini jawaban kalimatku ketika memutuskan mendaftar padahal sudah teramat jenuh dengan alur pendaftaran dan ketidak-transparan penilaian seleksinya? Entahlah, namun azzam itu harus ditunaikan. “Jika FIM 15 memang baik untukku, maka Kau pasti memberikannya  untukku. Namun jika FIM 15 ini buruk untukku, maka Kau pasti akan memberikan yang jauh lebih indah darinya.” Dan Kau memberikannya sekarang. Sebuah kesempatan yang menundakan kesempatan (kurang lebih) 5000 pemuda lainnya di seluruh Indonesia untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman luar biasa mereka disana. Ya, memang inilah waktu yang  tepat dariNya. Dan sekali lagi Dia membuktikan padaku bahwasanya janjiNya tak pernah palsu.

“Klik”, terdengar suara mouse yang tersentuh secara sengaja oleh jemari sahabatku.
“Yah, Bunda.. kok udah diklik, kan aku masih bingung bisa berangkat atau tidak?”, rengekku menyadari bahwa dia telah men-submit-kan diriku ke dalam seluruh rangkaian kegiatan FIM 15.
“Udah, gpp. Berangkat aja.”, katanya memberikan motivasi yang disambung dengan ocehan teman-teman lainnya.

Akhirnya aku terdiam dan berpikir. Galau? Ya, lagi-lagi sepertinya iya. :D aku mulai tanya-tanya siapa yang lolos dari ITS ke CP. Tapi diminta menunggu sampai waktu yang tepat untuk mengumumkannya secara resmi peserta FIM 15. Karena masih menunggu konfirmasi dari setiap peserta yang lolos seleksi. Sampai suatu saat ada yang mengabariku kalau temanku dari TC lolos juga. Teman? Emang kita berteman? Tahu aja juga baru... :D #peace.

Rabu, 9 Oktober 2013. Rupanya Dia tak mau kalah dengan sahabat-sahabatku yang berlomba memenuhi wall FB dan inbox HP ku dengan ucapan dan doa atas hilangnya setahun jatah hidupku. Bahkan Dia sudah memberikan kabar baik itu 2 hari sebelum hari ini. Ya, mungkin memang Dia sudah merencanakannya. Memberikan tiket FIM 15 ini sebagai kado tersurat di samping kado-kado tersirat yang tak kalah indah. Ya, Dia memang selalu lebih mengetahui apa yang terbaik bagiku.  Sebagaimana dalam QS Al-Baqoroh:216,  “...Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu...”

Sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang sabar. Dan sabar itu akan sangat manis buahnya jika dipetik disaat yang tepat.

Kalimat itu seakan membiusku untuk terus bersabar dalam menghadapi tantangan perjalanan menuju Hari H Forum Indonesia Muda 15. Mulai dari persiapan persyaratan pelatihan, surat ijin, SK Dekan, Proposal pendanaan, SPJ LPJ, belum lagi tugas dan kuis yang tak mungkin diabaikan begitu saja. Serasa semua beban itu terkumpul jadi satu memenuhi ruang otakku.

“Semangat, Riskha pasti bisa”, sahabat terdekat tak pernah henti untuk menyemangati. Meski sempat sms kegalauan jadi atau tidaknya aku berangkat kesana sudah melayang ke panitia. Dan sempat terucap, “Kalau minggu ke-8 sudah ETS sepertinya harus kutunda keberangkatanku.” Galau? Bingung? Tak dipungkiri rasa-rasa itu tiba-tiba muncul dan pergi. Berjalan beriringan dengan laju semangatku.

“Dek, kalau mbak jadi adek, apapun yang terjadi mba akan ikut. Karena kita sudah komitmen untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Forum Indonesia Muda saat mengisi formulir pendaftaran. Itu sebuah janji. Dan Allah menyaksikannya.”, lembut kata seorang kakak yang dilayangkan melalui sms. Dan seketika membuat semangat yang sempat redup, menyala kembali.

“Kenapa bingung? Adek beruntung sudah diberi kesempatan lho. Tidak semua yang daftar mempunyai kesempatan yang sama dengan adek. Coba bayangkan yang ditolak berapa? Jauh lebih banyak kan? Semangat dan sukses. Oleh-oleh ilmu dan pengalaman untuk yang disini nanti.”, kata seorang kakak lainnya yang dilayangkan melalui sms pula. Dan masih banyak lagi yang memotivasiku untuk tetap berangkat. Meski dalam hati masih berat memutuskannya.
***

Hari yang dijanjikan panitia untuk mengumumkan peserta resmi FIM 15 sudah tiba. Alhasil sama-sama tahu siapa delegasi dari kampus biru. Alifta Ainin Qalbi Kartiko Putri, Bintang Wahyu Syah, Hans Roberto Widiasmoro, Ishom Muhammad Drehem, Riskha Tri Oktaviani,  dan Rizky Primachristi Ryantira Pongdatu. Nama-nama yang cukup asing bagiku. Ada dua yang sudah kutahu sebelumnya. Tapi ya hanya sebatas tahu. Tak sedikitpun lebih dari itu. (-_-)

Pertemuan pertama
Seusai sholat idul adha, aku berangkat ke Surabaya meski dengan berat hati. Belum puas rasanya melepas kangen pada keluarga. Ahad sore nyampe Magetan, Selasa pagi harus kembali ke kota pahlawan. Demi apa coba? Pengen berontak tapi ya mau gimana lagi? Sudah disepakati kalau selasa malam kumpul perdana peserta FIM 15 kontingen ITS. Juga tanggung jawab penyelesaian proposal pengajuan dana FIM 15.
Bakdha maghrib, aku berangkat ke warnet untuk print proposal. Tapi ternyata tempat yang kutuju tidak buka. Aku putuskan untuk pulang kembali dan pergi lagi. Baru sampai depan gang. Si Ishom sudah misscalled misscalled seperti alarm.

“Pokoknya itu proposal harus di print sekarang. Masak ga ada yang buka sih? Bla bla bla bla......”,

“Oh meeeeeeennnnnnn, ini anak... gila yaaaa.... astaghfirullah.....”, batinku

“ Iya, iya okeeee, tak coba cari lagi yang buka... tapi kalau telat bukan salahku ya?”,
 “yang telat nraktir :D”,

 “ Eh, dasar ya,... aku kan telatnya karena alasan syar’i. Memenuhi kepentingan kalian.. weee, jangan curang yaaa!!! ”

Ku tabah-tabahkan hati. Kuberanikan diri meski ini pertama kali aku bersepeda motor agak jauh di waktu malam. Tidak ada teman berbincang. Hanya mata yang terus menatap jalan. Menikmati kesendirian dalam perjalanan pencarian warnet hingga menuju KFC Mulyasari.

Minggu ke-8 #Antara berangkat dan tidak
“Meninggalkan kuliah di minggu ke-8 itu, more than something”, --Riskha Tri Oktaviani

“Biar pun segala usaha telah kulakukan dan segala perlengkapan sudah kupersiapkan. Namun kalau minggu ke-8 perkuliahan nanti ETS. Aku putuskan untuk menunda keberangkatanku.”

“Sudah, berangkat saja.”

“Tapi,”

“ Nggak pake tapi-tapian...”

Ya, rupanya galau itu masih saja berlanjut. Padahal tiket kereta PP Surabaya-Jakarta sudah dibelikan. tinggal mempersiapkan kebutuhan untuk disana dan berangkat disaat masanya kita harus berangkat. so simple sebenarnya. hanya hati yang galau ini saja yang membuat semua terasa berat.

#Akhirnya kuputuskan IYA
setelah perdebatan lama dengan batinku sendiri. akhirnya "IYA" adalah keputusan yang cukup berkonsekuensi. betapa tidak? aku melewatkan dua tes di minggu yang mana aku tidak berada di kampus perjuangan. mungkin bagi orang lain itu biasa. namun bagi orang sepertiku yang memilki kemampuan terbatas. merupakan suatu hal yang something ketika aku harus meninggalkannya. tentu sudah bisa ditebak, "gak dapat nilai di tes itu."

Namun aku percaya, "Kemapuanku memang terbatas, tapi pertolongan Allah tidak pernah terbatas.". ya itulah yang kuteguhkan dalam hati selama ini. Aku terus berusaha melobby ke dosen hingga akhirnya satu diantaranya aku bisa nyusul dan satunya aku harus mengikhlaskan untuk tidak mendapatkan nilai. ya, namun sekali lagi itu adalah PILIHAN. dan terkadang kita memang harus mengorbankan suatu hal untuk hal lainnya.

#26 Oktober 2013
ternyata ujian itu tak cukup ketika pra pemberangkatan dengan segala kerempongan proposal, persiapan, bekal, dan persyaratan. Namun ujian itu terus datang sampai pemberangkatan.

Aku hanya melihatnya dari jauh tanpa kacamata. namun aku sudah bisa membaca sepertinya ada masalah di sana. terlebih ujian bagiku sendiri adalah, aku harus berangkat bersama teman dan kakak-kakak yang baru aku kenal dan semuanya laki-laki. tapi insyaAllah aku percaya. mereka bisa menjagaku. dan aku bisa menjaga diriku sendiri.

"Ternyata nggak bisa dari Gubeng, seingatku dari Gubeng. aku lupa belum ngecek. dan ternyata dari Pasar Turi.", Ishom menjelaskan permasalahan pada kami, aku dan mas Hans. karena mas Bintang masih otw. katanya tadi kesiangan bangunnya.


Aku tengok jam di HP. "Astaghfirullah, sudah jam segini." batinku.

"Ya sudah kita coba saja ke Pasar Turi naik Taksi.", tambahnya.

Tanpa berpikir panjang, kami berusaha memburu waktu ke Stasiun Pasar Turi. Namun ternyata hasilnya nihil. keretanya sudah berangkat. dan aku hanya terdiam tertunduk. yang kupikirkan hanya satu "harusnya aku masih bisa ikut tes ekonometrika sekarang."

"ojok galau ris. tenang ae...", celetuk Ishom.

"nggak kok.", balasku.

Aku hanya terdiam dengan sesekali bersuara jika ingin berpendapat. sementara mereka bertiga memutar otak berpikir bagaimana caranya bisa berangkat ke Jakarta pagi ini juga. Namun sepertinya Allah lebih mengijinkan kami untuk menunda keberangkatan hingga nanti malam. ya, Al hasil kami beli tiket lagi dengan jam pemberangkatan 20.00.

"Ke rumahku dulu nggak pa-pa ya?", kata Ishom.

"Iya, Gpp.", jawab mereka.

"Riskha,gpp kan?"

"Mau gimana lagi,.. ya udah gpp.", kataku, kemudian menghela napas panjang. 

Akhirnya kami berempat singgah dulu ke rumah Ishom sambil menunggu keberangkatan nanti malam. kami disambut ramah oleh abi dan uminya. yang mana sudah sering aku ketahui nama abinya, namun tidak pernah ikut kajian beliau. Ya, sudah bisa ditebak, beliau adalah  Ust.Sholeh Drehem.

"Wah,cewek sendiri ya?",tanya Umi Ishom.


"Iya, ibu.", jawabku sambil mencium tangan dan beliau melayangkan pelukan ala akhwat (cipika-cipiki).


"Mba di kamar sini saja ya..."
"Iya, ibu. Maaf merepotkan..."

"Maaf ya, maklum kamarnya cowok.", jelas beliau.

"Iya ibu nggak pa-pa. sekali lagi mohon maaf merepotkan. terimakasih juga."

"Gpp mbak. Mbak istirahat dulu saja."

kurang lebih seperti itu perbincangan yang masih kurekam jelas dalam ingatanku. ada rasa sungkan, pasti. rasa gak enak, apa lagi.

Beberapa menit kemudian, umi Ishom, yang setelah perbincangan dengan beliau waktu sehabis makan siang baru aku ketahui nama beliau. Maryam Maziun. mengetuk pintu kamar dan mengantarkan segelas kopi susu hangat. stelah mempersilakan untuk meminum, beliau keluar kembali.

Dalam batinku, perasaan tadi nawarinnya teh, kok bisa jadi kopi susu? Ah, entahlah. yang jelas. keluarga ini baik banget. hehe :)

Karena mereka bertiga sudah disibukkan dengan dunia mereka dilantai atas. aku menikmati kesendirianku di kamar itu dengan bermunajat dan bermesraan dengan ayat demi ayat yang tersusun rapi di Al Quran. Begitu seterusnya hingga tak sengaja aku tertidur.


#Maghrib
Setelah semua selesai sholat. Kami berangkat ke Stasiun Pasar Turi. Lebih baik menunggu manis di sana. daripada harus mengulang kesalahan yang sama dan menanggung resiko yang sama #ketinggalan kereta.

--bersambung


10.11 , 21Januari 2014

dalam pemanfaatan waktu luang yang sebenarnya tidak luang :D
*risk*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar