- Minggu, 30 Desember 2012

Seperti Meraih Cahaya di atas Cahaya


Aku disini bukan tanpa perjuangan. Yang mudah saja menapaki pelataran daratan ini. Caci maki lingkungan sekitar seakan mencambuk. Tak jarang derai ini membanjiri pulau kapuk, yang dengan setia menampung linangan hujan dari kedua bola mata ini. Hati ini selalu menjerit, kenapa semua harus mencegah untuk sebuah kebaikan. Kenapa semua harus memaki jika aku memang mampu. Mereka tidak tahu apa-apa, tapi bertingkah seolah-olah telah menjelajah seisi dunia. Mereka hanya berkata sesuai logika mereka. Mereka tidak pernah bertanya dalam hati kecil mereka. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT. Telah berkehendak. Aku percaya jika Allah masih mengujiku, maka Allah masih sayang padaku. Pasti Allah akan memberikan jalan selama kita terus mengingatNya, berhuznudzon padaNya, dan ikhlas menjalani setiap ujian dariNya. 
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzaariyat: 56)

the colorfull light, subhanallah, masyaAllah, so beautifull
                Dari QS. Adz-Dzaariyat: 56 telah dijelaskan bahwa kewajiban kita di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Sang Pemilik Nyawa kita. Maka Maha Suci Allah yang telah memberiku kesempatan menghirup udaraNya hingga detik ini. Detik dimana jiwa ini telah berada 19 tahun dalam ragaku. Selama ini, aku hidup di antara keluarga yang sederhana. Dari kesederhanaan itu, aku belajar mandiri, belajar untuk tidak selalu bermanja-manja di pangkuan ayah dan ibu, dan berusaha menerima juga memahami setiap keadaan.
Sembari ku belajar mengenal jati diriku. Ku memahami dan meyakini bahwa aku lahir karena Allah, aku hidup untuk beribadah pada Allah, untuk bertemu Allah jika telah tiba masanya aku harus menghadapNya.

                Kawan, perjuanganku untuk mencapai titik dimana aku bisa berdiri setegak ini dalam usia 19 bukanlah suatu perkara yang mulus bak kulit seorang putri. Kalau kata Syahrini mah, “ perjuanganku itu sesuatu banget, cetar membahana, badai halilintar dah”. Betapa tidak, ayahku hanyalah seorang buruh tani, dan sedang berada di usia senja (85 th). Jadi ibulah yang harus mengais rizki untuk menopang hidup kami. Namun alhamdulillah, Allah Maha Adil selalu mencukupkan apa yang kurang dari kami. Sejak kelas 6 SD, ayah dan ibu telah melatihku untuk sholat tahajud dan puasa senin-kamis. Kala itu, mereka bilang gini, “selain menjalankan yang wajib, dirikanlah 2 sunah itu, nak. Istiqomah-ilah, maka kau akan mudah meraih cita-mu”. Aku benar menjalankan amanah itu. Karena sepengetahuanku kala itu, Ridha Allah bergantung pada ridha orang tua. Sehingga kita harus patuh kepada mereka.
                Setelah istiqomah menjalankannya, tidak terasa semua yang semula berat menjadi ringan. Prestasi-prestasi selalu kuraih. Alhamdulillah, aku selalu menjadi juara kelas, nilai UN-ku tertinggi saat SD,dan SMP, padahal sainganku sangat berat. Aku juga sering mewakili SD dan SMP-ku dalam berbagai perlombaan di tingkat kecamatan, kabupaten, karisidenan, sekali di tingkat Propinsi (SMP), dan sekali di tingkat nasional(SD). Menginjak SMA, ada perhelatan sengit di keluargaku. Orang tuaku hendak menitipkanku di SMA biasa. Namun kakakku tidak rela, mengingat prestasi-prestasiku semasa SMP, dan nilai UN-ku tertinggi, bahkan 10 bulat untuk matematika. Kakak berniat menyekolakanku di SMA favorit dengan harapan aku bisa berkembang pesat. Ya, mungkin Allah sedang menguji keluargaku. Kami memang orang tak punya. Untuk makan aja susah, apa lagi untuk nyekolahkanku di SMA favorit yang jelas-jelas membutuhkan nominal yang sangat besar. orangtuaku diejek, dianggap sombong, dan itu terdengar hingga ke telingaku. “duit’e apa sak goni ye? Kok arep sekolah neng kono?”, kata-kata dari seorang tetangga yang justru membulatkan tekadku untuk sekolah di SMA favorit. Dan atas ijin Allah aku mampu sekolah di sana, mengukir prestasi jua di sana. Justru ketika di SMA, rizki itu mengalir dengan sendirinya, dari prestasi dan karya-karyaku yang termuat di majalah sekolah. Meskipun ketika masuk SMA itu, aku harus menutup buku tabunganku untuk bayar uang gedung. Aku harus menggadaikan anting-antingku untuk menjahitkan seragam. Namun aku bersyukur, karena Allah telah mempersiapkan beasiswa selama 3 tahun di SMA. Sungguh, Maha Adil Allah dengan segala kepunyaanNya. Kelas 3 SMA. Ini adalah masa-masa galau, antara kuliah, kerja, apa justru tutup buku buka terop. Namun tekadku bulat aku ingin kuliah. Karena kuliah tidak sekedar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Tidak sekedar mendapatkan gelar sarjana. Namun lebih dari itu. Masa-masa menjadi mahasiswa bagiku adalah sebuah masa transformasi, dan pendewasaan pikiran untuk kematangan menyiapkan hidup yang lebih baik di dunia yang sesungguhnya. Sekarang aku tak mengamalkannya sendiri, aku mengajak teman-teman sekelas untuk sholat tahajud, sholat dhuha, dan puasa senin-kamis. Karena yang aku tau sesuatu yang dilakukan secara berjamah itu lebih baik dan bernilai pahala.( Asalkan bukan dalam hal yang buruk, lho.)
Setiap dini hari aku sms teman-teman sekelas untuk membangunkan mereka tahajud. Alhmadulillah, teman-teman merespon postif dan sama-sama menjalankannya. Apalagi momen dimana mendekati UN dan seleksi masik PTN. Pasti pada giat-giatnya beribadah, meminta hanya pada Allah.karena Dialah yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Tapi ya jangan pas butuh aja kita istiqomah. Ketika udah dikasi kita lupa lagi. # astaghfirullah. Ibadah yang istiqomah itu juga kita barengi dengan usaha yang optimal. Sehingga tidak dianggap mustahil ketika kita mendapatkan yang terbaik. Alhamdulillah, Allah benar-benar memberikan janjinya pada kami. Nilai UN tertinggi banyak di kelas kami. Dan special untukku, aku adalah satu-satunya siswa yang lolos seleksi SNMPTN Undangan-BIDIK MISI di ITS. Meskipun awalnya sempet ragu, namun aku percaya Allah selalu bersamaku. Selama aku selalu mendekatkan diri padaNya, Dia juga lebih dekat kepadaku. Dan itulah yang membuatku bertahan sampai detik ini. Dan tetap berusaha menjaga keistiqomahan ibadah untuk meraih ridhaNya, seperti meraih Cahaya di atas cahaya.
#Terakhir,
 Coretan jemari yang berhasil terekam oleh memory laptopku ketika aku masih maba, dan iniliah yang menjagaku untuk selalu meng-istiqomahkan ibadah, baik sholat fardhu, sholat sunah (tahajud, dhuha, rowatib, dll), puasa senin-kamis, mengaji, dan sedekah. Dengan  istiqomah beribadah, setiap detik waktuku sangat dekat dengan Allah. Aku bisa merasakan Dia ada dalam hatiku, dan Dia tak pernah luput untuk mengawasiku. Atas ijinNya aku mampu bertahan di kota ini. Atas ijinNya aku mampu belajar ilmu dunia dan akherat di sini. Dan atas ijinNya pula lah, aku mampu melihat dan meraih cahaya di atas cahaya.

Kalau boleh aku bercerita   padamu, kawan.....
Apa yang kujalani mungkin tak semudah yang kau jalani
Apa yang kurasakan mungkin tak senyaman yang kau rasakan
Mungkin kampusmu dekat dengan kosmu...
Aku pun juga dekat, hanya sekitar 15 menit untuk menempuhnya
Mungkin engkau harus berjalan kaki di jalan yang semestinya...
Aku pun jua, setapak demi setapak melangkah di jalan yang ku anggap layak
Walau  sebagian yang kulalui adalah tempat sampah
Walau sebagian pemandangan yang kujumpai adalah lautan eceng dondok
Yang terkadang  juga menghalangi karena sebegitu tingginya
Aku harus merayap untuk melalui pintu air
Yang menghubungkan Kejawan Gebang dengan Perumdos Blok T
Mungkin inilah yang tak kau dapat dalam perjalanan menuju kampusmu...
Kawan, mungkin sekarang baju yang kau kenakan telah berganti-ganti sesuai mode
Sepatu yang kau pakai juga pastilah yang sesuai
Aku tidaklah demikian
Setiap hari memakai baju hitam putih layaknya seorang sales yang sedang promosi ke desa-desa
Sepatuku pun tak pernah ganti
Tapi aku bersyukur, karena jika aku harus seperti kamu
Mungkin aku tak mampu
Karena baju dan sepatu yang kumiliki tak sebanyak koleksimu
Kawan, mungkin pilihanmu bukanlah yang kau inginkan
Jiwamu belumlah 100% di situ
Kau ingin mengulang tahun depan...
Dan orang tuamu mendukungmu
Bagaimana dengan aku???
Hati ini tak bisa berbohong
Mungkin di hadapan ibu aku tegar
Di hadapan kalian aku bahagia
Tapi aku hanya bisa tersenyum lalu menangis di hadapNya
Aku ingin seperti kalian yang mungkin bisa segalanya
Aku ingin...
Tapi dari relung hati terdengar
“ itu bukan kebutuhanmu, Kha...
Itu bukanlah yang sebenarnya kau inginkan
Bukankah kau harus istiqomah pada pilihanmu
Bukankah seharusnya kau banyak-banyak bersyukur
Dia telah membuatmu mencoret satu mimpimu
Karena Dia benar memberikan janjiNya untukmu
Kamu bisa kuliah, Kha...
Di PTN ternama, ITS...
Pernahkah kau bayangkan sebelumnya?
Tidak kan?
Kau hanya minta ‘yang penting kuliah dan dapat beasiswa’
Dia memberikan lebih dari yang kau mau
Sadarlah, Kha...
Kau tidak seperti mereka yang memiliki segalanya
Kau hanya punya doa dari ibu, bapak, dan keluargamu, juga orang-orang yang menyayangimu...
Tapi jangan besedih, Kha...
Jangan minder...
Jangan takut...
Percayalah tak ada yang lebih hebat dari DOA SEORANG IBU...
Percayalah bahwa kau mampu melewati kuliahmu
Percayalah kau mampu menjadi manusia yang bermanfaat
Percayalah kau mampu mengubah duniamu atas ijinNYA.
Percayalah, kamu masih punya ALLAH SWT yang selalu membantumu
Sekali lagi JANGAN TAKUT, KHA...
SEMANGAT... LA TAHZAN, INNALLAHA MA’ANA... bukankah mottomu ‘ you’ve to endure catterpillars if you want to see butterflies?’
Tunjukkanlah, Kha...
Tunjukkan itu...”
Kawan, bisikan itu yang membuatku kuat
Bisikan itu yang membuatku ikhlas menjalani hampir 1 semester ini...
Bisikan itu yang membuatku tegar meski banyak yang belum kukuasai...
Bisikan itu yang membuatku INGIN BISA
Bisikan itu yang mengajarkanku bahwa kekuatan terbesar ada pada diri kita...
Dan IBU, IBU adalah sumber kekuatanku untuk bertahan di medan perang ini. Suatu medan yang akan kutempuh 3 tahun lagi.
. Jika ALLAH mengijinkan, tidak ada yang tidak mungkin, semua akan bisa kulihat seperti cahaya di atas cahaya.:-)
(Surabaya,di penghujung 2011)

-semoga manfaat-

Di kolong langit, Surabaya, 10 Desember 2012
Oleh: Riskha Tri Oktaviani
Mahasiswi aktif statistika ITS 2011
085730220329

Tidak ada komentar:

Posting Komentar