- Jumat, 21 September 2012

Celoteh Fajar



Tertetes air mata ini jika mengingat setiap detik yang kulalui bersama mereka. Mereka yang telah menjadi saudara senasib dan seperjuanganku. Mereka yang mengajarkanku tentang indahnya persahabatan. Mereka, mereka, dan mereka yang sesungguhnya masih kuharapkan selalu bersama dalam setiap jengkal langkah di perjalanan ini. Namun apatah daya, yang terbaik untuk kami adalah berpisah.
“ Ukh, kenapa ya, sang waktu itu tak pernah sekali saja berhenti di suatu masa dimana kita bisa bersama sepanjang masa itu.”, tanya fillah sedikit berbisik ketika aku, dia, Disa, dan Sofyah berkumpul di rumahnya.
“ Kita tidak pernah tahu seindah apa rencana Allah untuk kita. Kita petik hikmahnya saja. Semoga perpisahan ini adalah yang terbaik dariNya untuk kita jadikan sebuah pelajaran agar kita berkembang menjadi insan kamil.”, jawabku.
“ Iya, ukh. Anti benar. Mungkin setelah ini frekuensi dan peluang kita untuk bertemu dan bercanda tawa semakin kecil. Namun percayalah, meski jauh hati kita dekat kok. Hehehehe.”, sambung Sofyah yang sedikit mengurangi kekakuan di antara kami mengingat malam ini adalah malam perpisahan kami.
“ Waduh, waduh, statistikanya muncul tuh... “, tambah Disa sambil melirikku.
“ Kok ngliriknya ke arah ana sih?”, tanyaku heran.
Keadaan yang semula sudah mulai mencair, kini jadi hening. Aku tak tahu mengapa. Tapi tiba-tiba hatiku bergetar lembut.  Kami saling menatap. Diam, dan semakin merunduk layu. Aku mulai menyadari maksud Disa. Mata yang berkaca-kaca ini akhirnya menjatuhkan mutiaranya jua. Aku peluk mereka erat. Benar-benar tak ingin ku melepasnya. Hingga kami sama-sama terisak.
pagi ini begitu cerah. Sang mentari telah lama merayap memasukki celah-celah atap rumahku. Ku beranjak dari ranjang. Kubuka kelambu jendela kamarku. Ku amati bunga-bunga yang selama 17 tahun ini menyambut pagiku. Ku balikkan diriku, mataku berlari mengamati segala sesuatu yang setia menemani hari-hariku di kamar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar