Berbicara tentang pendidikan.
Pastilah banyak masalah yang stok-nya tak terbatas. Mulai dari hal yang kecil
hingga yang besar. Semua bermula dari pendidikan. Betapa pun itu pendidikan
adalah instrumen rekayasa masa depan. Potret Indonesia masa depan dapat dilihat
dari bagaimana potret pendidikan Indonesia saat ini.
Bagaimana kabar pendidikan
Indonesia saat ini? รจ Maka lihatlah pendidikan dengan konteks makro.
Lebih dari 240 juta penduduk
Indonesia. Apakah semua mendapatkan pendidikan yang layak? Apakah segala
kebutuhan mereka terfasilitasi secara sempurna? Dan apakah semua bisa merasakan
fasilitas yang (mungkin) sudah tersedia untuk mengembangkan potensi mereka?
Jawabannya tentu TIDAK.
Berdasarkan pemaparan pak Anies
Baswedan dalam Forum Indonesia Muda 15 (Selasa, 29/10/13), jumlah sekolah di
Indonesia mengalami penurunan di setiap tingkatannya. Untuk tingkat SD sekitar
170k (94%), tingkat SMP sekitar 39k (49,5%), dan tingkat SMA sekitar 26k (8%).
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata lulusan terbanyak penduduk
Indonesia adalah usia SD. Nah, apakah bangsa ini bangga SDM terbanyak adalah
lulusan SD? Apakah bangsa ini bisa berharap lebih pada mereka? Sementara dunia
ini semakin berkembang setiap detiknya. Teknologi yang mumpuni semakin
berkembang pesat seiring lajunya globalisasi. Dan tentunya perkembangan tersebut
membutuhkan filter dari pendidikan untuk menghadapinya. Supaya mereka mampu
membaca perubahan dan mendapat profit positif darinya. Bukan malah kehancuran
moral, krisis integritas, dan pencemaran budaya. Meski tak dipungkiri defisit
terbesar Indonesia saat ini adalah krisis INTEGRITAS.
Sebenarnya apa yang dihasilkan
pendidikan? Kok semuanya masalah?
Bohong ketika pendidikan tidak
menghasilkan apa-apa. Bangunan mewah, gedung-gedung yang menjulang, jalan,
jembatan, kendaraan, tata ruang kota, pertanian dan perkebunan yang melimpah
ruah, segala macam profesi yang ada, dari tatanan terbawah hingga sekaliber
presiden. Adalah HASIL dari PENDIDIKAN.
Namun? Ketika banyak
pengangguran, kriminalitas merajalela, dan masalah-masalah bangsa dari yang
mikro sampai makro. Yang dipermasalahkan juga bagaimana pendidikannya?
Pendidikan memang sangat krusial.
Segalanya bermula darinya. Dan pendidikan awal kita, adalah di keluarga.
Sebagaimana Bunda Elmir pernah berkata di sela-sela ishoma FIM, “Keluarga
adalah madrasah cinta yang tak pernah mengenal wisuda.” Dari kalimat tersebut kita bisa menarik
benang merah, bahwasanya keluarga sangat berperan penting dalam pendidikan.
Ayah dan ibu sangat berperan dalam kemajuan pendidikan anak-anaknya. Terlebih
seorang ibu. Yang mana ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Darinya terlahir calon-calon pemimpin bangsa. Dari tangannya mengalirkan
kelembutan. Dari bibirnya mengalunkan simphoni. Dan dari setiap geraknya
menciptakan keramahan. Begitulah seharusnya cinta kasih itu mendasari sebuah
pendidikan dalam keluarga. Begitulah seharusnya kasih sayang melatih
ketrampilan mendisiplinkan mereka. Dan begitulah seharusnya sebuah konsistensi
dan kesabaran membuat aturan yang patut, konsekuensi logis, dan apresiasi
positif dalam mendidik-kembangkan mereka. Namun ironisnya, kondisi seperti itu
kian tergerus. Faktanya sekarang banyak ibu-ibu muda yang lebih mengedepankan
karir daripada mengurus anak-anak mereka sendiri. Padahal bangsa ini berharap
dari tangannyalah lahir pemimpin yang cerdas dan berkualitas.
Selain meningkatkan kualitas
keluarga sebagai pendidik utama. Guru dan dosen yang ikut berperan dalam
mencerdaskan anak bangsa perlu ditingkatkan kualitasnya. Dan kita sebagai
murid, juga harus bercermin. Melihat ke pundak kita masing-masing, juga
mencobalah sesekali menengok ke belakang dan mengingat-ingatlah. “Kapan terakhir kali kita ke rumah guru SD
kita dan mengucapan terimakasih? Karena betapapun mereka. Mereka adalah yang
paling berperan dalam pendidikan kita selanjutnya.”
Jika ingin melihat kualitas
bangsa ini dari segi pendidikan. Seharusnyalah bangsa ini mengembalikan
kehormatan guru dan rasa hormat kita kepada guru. Karena guru adalah pahlawan
yang pahalanya terus menempel pada kita sampai kapan-pun.
Jika kita terdidik. Tentunyalah
ekspektasi kita menjadi tinggi. Maka kita harus merencanakannya sebagai sebuah
kesatuan. Tidak hanya satu unit. Artinya, untuk merubah dan memajukan
pendidikan Indonesia lebih baik dan berkualitas. Yang kita perbaiki adalah
secara keseluruhan komponen yang berperan di dalamnya. Jika kita tidak bisa
secara langsung merubah bangsa ini, maka mari memulai dari merubah diri kita
masing-masing. Meningkatkan kualitas diri kita masing-masing supaya bisa
memberikan pengaruh positif terhadap orang-orang terdekat kita untuk bisa kita
gerakkan dalam perbaikan mutu pendidikan bangsa kita.
Melihat kondisi Indonesia saat
ini secara statistik kependudukan. Indonesia sedang mengalami bonus demografi.
Dan diramalkan kondisi ini akan berlansung hingga tahun 2045. Bonus demografi
sendiri adalah kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak
dibandingkan usia anak-anak dan usia lansia. Bonus demografi ini bisa membawa
keuntungan bagi Indonesia jika dipersiapkan secara matang. Terlebih dari segi
pendidikan dan kesehatan. Kenapa pendidikan? Tentu mengingat betapa krusialnya
pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM bangsa Indonesia untuk menghadapi
kondisi tersebut. Dan kenapa harus dikorelasikan dengan kesehatan? Coba sejenak
kita membayangkan, SDM bangsa ini cerdas dan berkualitas. Namun kondisinya
tidak sehat. Apakah mereka bisa memaksimalkan potensi mereka, memanfaatkan
kecerdasan dan kualitas mereka untuk memajukan bangsa ini? TIDAK kan? Kalaupun dipaksakan
pasti tidak maksimal.
Sehingga bangsa ini perlu mempersiapkan
SDM yang mumpuni dari segi pendidikan dan kesehatan untuk menghadapi bonus
demografi. Karena jika tidak. Maka bonus demografi ini akan menjadi bumerang
bagi Indonesia. Kenapa demikian? Karena jika penduduk usia produktif ini tidak
dibekali pendidikan dan ketrampilan, juga fisik yang sehat. Bagaimana mereka
bisa menafkahi diri mereka dan memiliki investasi untuk kehidupan mereka
selanjutnya. Karena setelah usia produktif mereka akan mengalami masa lansia.
Dan jika mereka menganggur. Tentu akan menambah sederetan masalah bangsa yang
tak terselesaikan.
Selain itu, pendidikan juga harus
menjangkau ke pelosok negeri. Sehingga perlu adanya cluster kabupaten/kota berdasarkan pendidikan dan kesehatan di
setiap provinsi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memeratakan pendidikan, fasilitas, dan pelayanan
kesehatan di seluruh pelosok negeri. Meskipun sekarang sudah mulai bermunculan
komunitas/lembaga/organisasi independen yang bergerak dalam hal pendidikan,
kesehatan, dan sosial-kemanusiaan. Seperti Indonesia Mengajar, Kelas Inspirasi,
Rumah Belajar, MERC, SabangMerauke, dan gerakan-gerakan mengajar dari
organisasi-organisasi di kampus (ITS mengajar, IECC, biro pengajaran BPU JMMI,
dan masih banyak lagi). Namun tentunya belum cukup untuk mengakselerasi SDM di
Indonesia. Sehingga kita yang (yang merasa) berpendidikan seharusnyalah saling
merangkul, berkontribusi untuk negeri, memberikan sejenak waktu, dan mewakafkan
ilmu dan ketrampilan untuk kemajuan bangsa kita. (Sekali lagi) kalau terlalu
sulit untuk menjangkau yang jauh. Kita bisa memulai dari yang terdekat dengan kita.
Nah, sekarang, apa kontribusimu?
Berbicara tentang kontribusi. Aku
memang belum banyak berkontribusi untuk bangsaku. Aku masih belajar untuk bisa
mendedikasikan diriku untuk bangsaku nanti. Namun bagiku. Dengan menjadi
mahasiswa yang jujur dan peduli adalah jalan untuk berkontribusi lebih banyak
untuk bangsaku.
Untuk pendidikan sendiri.
Sekarang aku menjadi pengajar di salah satu LBB di Surabaya. Aku mengajar anak
SD yang notabene harus banyak disemangati dan diarahkan dalam belajar. Dari
sini aku bisa belajar menjadi guru, motivator, pun juga ibu. Dan ketika pulang
kampung, aku selalu berusaha memberikan waktuku untuk berbagi ilmu dengan
adik-adik di sekitar rumah. Juga membantu sahabat saya dalam merintis DUWET
Madani 2023 dengan berbagai programnya (ukhuwah, tarbiyah, rukiyah-jasadiyah,
dll.). Karena bagiku, bangsa ini akan kokoh, ketika dari akar-akarnya pun jua
kokoh. Dan pohon pun tidak bisa memiliki batang yang tegak, daun yang rindang,
juga buah yang meruah. Jika tidak memiliki akar yang kuat.
Sebelum bermimpi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan bangsa
Kita harus meningkatkan kualitas pendidikan
kita
Sebelum bermimpi untuk merubah bangsa
Kita harus merubah diri kita
Sebelum bermimpi untuk membangun peradaban
bangsa
Kita harus bisa membangun keluarga yang
beradab
Dan sebelum bermimpi untuk membangun
keluarga
Kita harus membangun kepantasan diri kita
Kita adalah pemilik masa depan kita dan kita adalah penerus masa depan
bangsa.
Sehingga , dikala malas menerpa, bayangkan jutaan orang di sana menginginkan apa yang sekarang kita miliki…Pendidikan yang layak, fasilitas yang tersedia, teman-teman terbaik yang kita punya.. Lantas pantaskah kita berdiam dan hanya bermalas-malsan belaka? Tidakkah kita ingin mengubah keadaan sehingga mereka bisa menikmati apa yang kita rasakan? BANGUN! BERGERAK! SEMANGAT!”
Sehingga , dikala malas menerpa, bayangkan jutaan orang di sana menginginkan apa yang sekarang kita miliki…Pendidikan yang layak, fasilitas yang tersedia, teman-teman terbaik yang kita punya.. Lantas pantaskah kita berdiam dan hanya bermalas-malsan belaka? Tidakkah kita ingin mengubah keadaan sehingga mereka bisa menikmati apa yang kita rasakan? BANGUN! BERGERAK! SEMANGAT!”
#FIM15
#PemudaIndonesia
#AkuUntukBangsaku
5.16 l 8 Nopember 2013
@Ruhul Jadid 1011
Riskha Tri Oktaviani FIM 15 ITS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar