Ayah, aku tak tahu dengan bahasa apa aku menyuarakan pilu
Serasa semua tak mampu mengisyaratkannya, serasa semua tak bisa mengungkapnya
Ayah, betatapun Ayah, Ayah adalah Ayahku
Lebih dari sekedar seorang laki-laki dewasa di mataku
Meski terkadang hati sempat dirajai amarah, kecewa, juga air mata
Ayah tetap Ayahku
Ayah, mengingat usiamu yang sudah senja
Sudah sering terpikir akan kepergianmu
Entah kenapa semua berasa hambar
Pilu itu semakin menyebar
Ke ruas-ruas tulang
Jua ke sendi-sendi
Ayah, Memandangmu
Ada sebersit luka yang belum terobati
Masih tersisa kecewa dan benih-benih air mata itu
Yang pernah Ayah gores lebih dari 5 tahun yang lalu
Tapi Ayah, bagaimanapun Ayah, Ayah adalah Ayahku
Ayah, Menatapmu
Teringat akan kenangan masa kecilku bersamamu
Saat setiap pulang dan pergi Sekolah TK engkau antar aku dengan sepeda tuamu
Terik dan hujan itu, menjadi bumbu kasih dalam perjalanan menuju Sekolah dan Rumah
Terkenang saat belajar matematika dan menggambar bersamamu saat SD
Engkau yang dengan setia mengajariku
Bahkan ketika kau sudah tak sabar
Kau yang lebih sering menggambar untukku
Kecintaanku terhadap Matematika dan Seni itu mungkin menurun darimu
Ayah, Memikirkanmu
Ada sejuta tanda tanya dalam otakku
Aku bingung, Ayah
Aku sedih
Di usia ayah yang ke 80 tahun lebih
Kenapa Ayah masih sering menyulut perkara
Kenapa Ayah masih susah untuk dinasehati
Kenapa Ayah? Aku bertanya kenapa?
Ayah, siapa yang tak terluka jika Ayahnya dipermalukan?
Ayah, siapa yang tak teriris ketika Ayahnya diperlakukan semena-mena?
Ayah, siapa yang tak tertetes air matanya saat melihat Ayahnya yang sudah renta justru didzolimi oleh orang terdekatnya?
Siapa Ayah? Aku bertanya siapa?
Setiap Hari, Pagi, Siang, Petang
Aku menyiapkan sepiring makan dan segelas kopi susu untuk Ayah
Terkadang kau santap habis kemudian kau bawa piring dan gelas itu ke belakang
Terkadang kau biarkan mendingin sampai kau mau menyantapnya
Dan terkadang kau menyuruhku untuk membawanya pergi kembali tanpa kau sentuh
Ayah, saat mencuci bajumu dan membersihkan kamarmu
Terkadang sempat air mata ini menetes
Perih
Tapi aku tak pernah tahu kenapa bisa begitu
Ayah, tentang tanyaku, tentang amarahku, tentang kecewaku, tentang air mataku
Mungkin hanya bisa kusampaikan melalui tulisan
Tapi tak pernah sekalipun aku tahu itu sampai ke Ayah atau tidak
Karena aku hanya menitipkan semua rasa itu kepada Allah
Yang Maha membolak-balikkan hati
Semoga semua rasa itu berubah menjadi cinta untukmu
Meski kutahu Ayah seperti apa
Tapi Ayah tetap Ayahku
Ayah, tentang baktiku
Mungkin tak kan pernah bisa menggantikan apa yang kau korbankan
Mungkin tak kan pernah mampu membayar apa yang kau perjuangkan
Ayah, Terimakasih
Untuk nafas kehidupan yang Allah titipkan melalui Ayah
Untuk Ilmu kehidupan yang Ayah ajarkan
Untuk Cinta dan kasih sayang yang Ayah berikan
dan Untuk semua yang Ayah korbankan dan perjuangkan untukku
Ayah, Maaf
Untuk segala yang membuat ayah terbebani karenaku
Ayah, betapapun ayah
Ayah adalah Ayahku
Dan tetap akan menjadi Ayahku
Serasa semua tak mampu mengisyaratkannya, serasa semua tak bisa mengungkapnya
Ayah, betatapun Ayah, Ayah adalah Ayahku
Lebih dari sekedar seorang laki-laki dewasa di mataku
Meski terkadang hati sempat dirajai amarah, kecewa, juga air mata
Ayah tetap Ayahku
Ayah, mengingat usiamu yang sudah senja
Sudah sering terpikir akan kepergianmu
Entah kenapa semua berasa hambar
Pilu itu semakin menyebar
Ke ruas-ruas tulang
Jua ke sendi-sendi
Ayah, Memandangmu
Ada sebersit luka yang belum terobati
Masih tersisa kecewa dan benih-benih air mata itu
Yang pernah Ayah gores lebih dari 5 tahun yang lalu
Tapi Ayah, bagaimanapun Ayah, Ayah adalah Ayahku
Ayah, Menatapmu
Teringat akan kenangan masa kecilku bersamamu
Saat setiap pulang dan pergi Sekolah TK engkau antar aku dengan sepeda tuamu
Terik dan hujan itu, menjadi bumbu kasih dalam perjalanan menuju Sekolah dan Rumah
Terkenang saat belajar matematika dan menggambar bersamamu saat SD
Engkau yang dengan setia mengajariku
Bahkan ketika kau sudah tak sabar
Kau yang lebih sering menggambar untukku
Kecintaanku terhadap Matematika dan Seni itu mungkin menurun darimu
Ayah, Memikirkanmu
Ada sejuta tanda tanya dalam otakku
Aku bingung, Ayah
Aku sedih
Di usia ayah yang ke 80 tahun lebih
Kenapa Ayah masih sering menyulut perkara
Kenapa Ayah masih susah untuk dinasehati
Kenapa Ayah? Aku bertanya kenapa?
Ayah, siapa yang tak terluka jika Ayahnya dipermalukan?
Ayah, siapa yang tak teriris ketika Ayahnya diperlakukan semena-mena?
Ayah, siapa yang tak tertetes air matanya saat melihat Ayahnya yang sudah renta justru didzolimi oleh orang terdekatnya?
Siapa Ayah? Aku bertanya siapa?
Setiap Hari, Pagi, Siang, Petang
Aku menyiapkan sepiring makan dan segelas kopi susu untuk Ayah
Terkadang kau santap habis kemudian kau bawa piring dan gelas itu ke belakang
Terkadang kau biarkan mendingin sampai kau mau menyantapnya
Dan terkadang kau menyuruhku untuk membawanya pergi kembali tanpa kau sentuh
Ayah, saat mencuci bajumu dan membersihkan kamarmu
Terkadang sempat air mata ini menetes
Perih
Tapi aku tak pernah tahu kenapa bisa begitu
Ayah, tentang tanyaku, tentang amarahku, tentang kecewaku, tentang air mataku
Mungkin hanya bisa kusampaikan melalui tulisan
Tapi tak pernah sekalipun aku tahu itu sampai ke Ayah atau tidak
Karena aku hanya menitipkan semua rasa itu kepada Allah
Yang Maha membolak-balikkan hati
Semoga semua rasa itu berubah menjadi cinta untukmu
Meski kutahu Ayah seperti apa
Tapi Ayah tetap Ayahku
Ayah, tentang baktiku
Mungkin tak kan pernah bisa menggantikan apa yang kau korbankan
Mungkin tak kan pernah mampu membayar apa yang kau perjuangkan
Ayah, Terimakasih
Untuk nafas kehidupan yang Allah titipkan melalui Ayah
Untuk Ilmu kehidupan yang Ayah ajarkan
Untuk Cinta dan kasih sayang yang Ayah berikan
dan Untuk semua yang Ayah korbankan dan perjuangkan untukku
Ayah, Maaf
Untuk segala yang membuat ayah terbebani karenaku
Ayah, betapapun ayah
Ayah adalah Ayahku
Dan tetap akan menjadi Ayahku
*dalam diam merindukan sosok Ayah sebagaimana mereka yang mempunyai Ayah Sempurna
Ayah, Ayah memang tak sempurna
Tapi Ayah adalah Ayahku, yang menjadikanku sempurna di mata Ayah
20.00 l 10 Syawal 1434 H
*risk*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar