Di sudut istana cinta, di
tengah heningnya ruang persegi empat yang sederhana, yang hanya ada satu meja
dan dua kursi. Di dekat kaca dengan kelambu biru, sebiru langit yang terlihat
mata dari balik kaca. Dengan sedikit gumpalan awan putih yang menambah manisnya
langit sore ini.
Bismillahirrahmannirrahiim,...
Kurajutkan
kalimat sederhana sebagai balasan goresan tangan kalian kemarin. Kuharapkan itu
memang benar-benar dari hati kalian, adek-adek-ku yang kucintai karena Rabb-ku.
Yang dariNya lah cinta ini mengalirkan semangat luar biasa untuk menuliskan sepatah
dua patah kata sederhana untuk sekadar mengucap terimakasih atas apa yang
adek-adek berikan pada mbak. Untuk sekadar mengucap maaf pada kalian karena
belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian. Meskipun berkali-kali mbak
bilang, ukhuwah itu tak mengenal rasa terimakasih dan kata maaf.
Yang
terkasih adek-adekku,
Dek
Isti, dek Ira, dek Fatma, dek Widya, dek Novia, dek Prisa, dek Fazah
Kalian
adalah sosok-sosok luar biasa yang belum pernah saya temui sebelumnya. Kalian
adalah sosok-sosok yang sedikit banyak membawa perubahan pada diri mbak.
Dari
kalian mbak belajar banyak hal.
Dek Isti yang selalu ceria. Dari keceriaan dek Isti,mbak belajar
ceria. Mbak belajar untuk selalu menampakkan wajah terbaik mbak, wajah penuh
senyum keceriaan, setiap bertemu dengan saudara/saudari mbak. Karena sebuah
pepatah jua mengatakan, “Tampakkanlah
wajah terbaikmu, senyum terbaikmu, ketika berjumpa dengan saudara/saudarimu. Karena
dari wajah itu akan terpancar aura kebahagiaan untuk saudara/saudarimu. ”
Dek Ira yang pendiam. Dari diamnya dek Ira, mbak belajar ketenangan
dan kesederhanaan. Dari ketenangan itu mbak belajar menghadapi gejolak.
Bahwasanya ada kala yang mengharuskan mbak untuk diam ketika emosi ini berapa
pada ujung tombak. Dan dari kesederhanaan itu, mbak belajar untuk selalu
bersyukur. Memaknai setiap bahagia yang mengalir dariNya. Karena sejatinya
bahagia itu sederhana. Sesederhana udara yang kita hembus setiap detiknya tanpa
syarat. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan?”, (yang diulang
sebanyak 31 kali dalam QS Ar Rahmaan)
Dek Fatma yang kritis. Dari adek mbak belajar, bagaimana
bersifat tawadhu’, sebagaimana embun
menunduk di pucuk daun. Menyiapkan telinga selebar-lebarnya untuk selalu
mendengar, menyiapkan hati selapang-lapangnya untuk menerima. Memaknai setiap
teguran sebagai perubahan yang baik untuk diri mbak. Pepatah juga mengatakan, “ketika hari ini kita masih sama dengan hari
kemarin, berarti kita rugi. Dan ketika hari esok dan seterusnya pun kita masih
sama, maka kita termasuk orang-orang yang sangat merugi.”
Dek Widya yang ramah. Dari adek mba belajar fleksibel. Menyamakan frekuensi dengan
sekitar. Tidak membedakan, meski ada hal yang berbeda. Sebagaimana dalam
sejarah, “Bineka tunggal ika,
berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”. Dari adek mbak juga belajar bagaimana
seni menegur tanpa menyinggung. Masih ingat di dokter angka dek? Ketika mbak
lebih fokus dengan laptop dibanding fokus ke kajian?, sebenarnya kala itu mbak
jua mendengarkan. Namun dengan cara yang berbeda. Namun mbak salut dengan dek
Widya. Berani menegur mbak dengan sangat hati-hati. Dari kehati-hatian itu mbak
jua belajar untuk lebih hati-hati dalam bertindak. Karena sekali kita mengambil
keputusan yang salah, maka kita akan menyesal seumur hidup kita.
Dek Novia yang disiplin. Dari adek mbak belajar untuk menjadi
disiplin dan menghargai waktu. Bagaimanapun itu, waktu ibarat busur panah.
Melesat cepat tanpa mampu kita hentikan. Barang siapa tidak bisa
memanfaatkannya dengan baik. Maka akan merugi. Karena waktu tak akan berulang.
Tak akan kembali, juga tak bisa dibeli. So, dari kedisiplinan dek Novia mbak
jadi belajar untuk selalu memberikan manfaat di setiap detik waktu yang mbak
miliki. Sebagaimana dalam petikan sebuah hadist, “...khoirunnas anfa’uhum linnas”, “...sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat untuk orang lain.”
Dek Prisa yang semangat belajarnya tinggi, keingin tahuan adek akan islam, membuat
mbak tidak malu untuk bertanya. Membuat mbak turut semangat untuk belajar lagi
dan lagi. Membuat jiwa pembelajar yang kian tertutup ego diri ini kembali
bersemangat untuk belajar dan berbagi. Karena sejatinya hidup ini adalah untuk belajar. Dan
sejatinya ilmu jua pun tak pernah mati. Ia akan terus bersama jiwa-jiwa
pembelajar dan penebar. Sebagaimana sebuah pengalaman mengatakan, “Bahwasanya ketika ilmu itu kita bagi kepada
orang lain, maka Allah akan mengalirkan kembali ilmu itu pada kita lebih dari
apa yang kita bagi pada mereka.” Hingga darinya kita mampu
melukis pelangi-pelangi nan indah merona dalam dunia dan akherat kita.
Dek Fazah yang pintar. Subhanallah, mata hati ini selalu basah
oleh luh hangat yang menetes. Berkaca-kaca, dan terbendung dalam kelopak ini,
air yang memberontak jatuh tatkala mendengar tilawah dek Fazah. Sungguh bacaan
mbak belum apa-apa dibanding dek Fazah. Sungguh rasanya ingin menangis haru
tatkala dengan hati-hati adek membenarkan bacaan mbak. Hina diri ini ketika
untuk belajar mata kuliah saja membelakan diri untuk begadang. Namun untuk
belajar Alqur’an tak ada waktu. Sungguh betapa cacatnya hati ini jika hal
demikian terjadi pada kita, umat Muhammad, yang berpedoman pada Alqur’an dan As
sunnah. Bagaimana kita memaknai pedoman hidup kita jika kita tak mau
mempelajarinya. Terus semangat menebar kebaikan ya dek. Rasulullah menganjurkan
kepada kita, umatnya, “Bersegeralah dalam
melakukan kebaikan sebelum nyawa berada di ujung tenggorokan.”
Dek
isti, dek Ira, dek Fatma, dek Widya, dek Novia, dek Prisa, dek Fazah, kalian
ibarat warna warni pelangi. Bersyukur mbak mendapatkan mente seperti kalian.
Bertemunya kita, berkumpulnya kita dalam sebuah kelompok kecil yang sudah seperti
keluarga adalah skenario Allah. Segala puji hanya bagiNya yang telah
mengirimkan adek-adek yang luar biasa seperti kalian ke mbak. Sebagaimana yang
mbak selalu bilang, “Kesempurnaan hanya
milik Allah, dan segala khilaf adalah dari mbak.” Mbak mohon maaf ya, dek.
Jika belum bisa menjadi mentor yang baik bagi kalian. Disini mbak dan kalian
tidak ada bedanya. Mbak juga masih belajar seperti kalian. Bahkan mbak juga
belajar dari kalian. Terimakasih, hadirnya kalian dalam kehidupan mbak, memberi
warna tersendiri, melukiskan pelangi di hati mbak. Ukhibukkum fillah, adek-adek hebat J
“Karang akan hadapi hujan, terik sinar
mentari, badai, juga gelombang. Elang akan menembus lapis langit, mengangkasa
jauh, melayang tinggi dan tak pernah lelah untuk terus mengembara dengan
bentangan sayapnya. Ikan Paus akan menggetarkan samudera hanya dengan sedikit
gerakan. Pohon akan hadapi petir, deras hujan, silau matahari, namun selalu
berusaha menaungi. Melati ikhlas untuk selalu menerima keadaannya, meski tak
terhitung pula bunga-bunga lain dengan segala kecantikannya. Kupu-kupu berusaha
bertahan, meski saat-saat diam adalah kejenuhan. Mutiara tak memudar kelam,
meski pekat lingkungan mengepungnya di kiri-kanan, depan dan belakang. Tapi
karang menjadi kokoh dengan segala ujian. Elang menjadi tangguh, tak hiraukan
lelah tatkala terbang melintasi bermilyar kilo bentang cakrawala. Paus menjadi
kuat dengan besar tubuhnya dalam luas samudera. Pohon tetap menjadi naungan
meski ia hadapi beribu gangguan. Melati menjadi bijak dengan dada yang lapang,
dan justru terlihat indah dengan segala kesederhanaan. Mutiara tetap bersinar
dimana pun ia terletak, dimana pun ia berada. Kupu-kupu hadapi cerah dunia
meskipun lalui perjuangan panjang dalam kesendirian.”
(Ahmad Bin Ismail Khan)
Adek-adek, Menjadi
apapun diri kalian, bersyukurlah selalu. Sebab kalian yang paling tahu siapa
diri kalian. Sebab kalian yakini kekuatan kalian. Sebab kalian sadari kelemahan
kalian. Jadilah karang yang kokoh, elang yang perkasa, paus yang besar, pohon
yang menjulang dengan akar menghujam, melati yang senantiasa mewangi, mutiara
yang indah, kupu-kupu, atau apapun yang kalian mau. Tapi, tetaplah sadari bahwa
kalian adalah seorang hamba, seorang yang lemah dihadapanNYA! Itulah diri
kalian.
Tetap semangat
adek-adekku, “jika mereka bertanya padamu tentang semangat, jawablah bhwa bara
itu masih tersumat dalam dadamu! Bahwa api itu masih bersemayam dalam dirimu!
Bahwa matahari masih terbit dari hatimu! Bahwa letupan itu siap meledak dalam
duniamu! Katakan itu pada mereka, orang-orang yang ragu akan kemampuan dirimu.
Karena mimpimu saat ini adalah kenyataan untuk esok” (Hasan Al-Banna)
salam hangat, (Riskha
Tri Oktaviani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar