- Senin, 06 Februari 2012

Surat Cinta Untuk Bunda


Surat Cinta Untuk Bunda

Surabaya, 21 Desember 2011
Teruntuk yang terkasih Bunda Wagiyem
Yang sangat kucintai karena Rabb-ku

Assalamu’alaykum wr wb...
Bunda, Bagaimana hati bunda? Masihkah ia embun? Menunduk tawadu’ di pucuk  daun. Masihkah ia karang? Berdiri tegar menghadapi gelombang ujian kehidupan. Dan bagaimana  kabar bunda? Pastilah lindungan Allah selalu menanungi bunda di mana pun bunda berada. Pastilah Dia senantiasa menjaga diri bunda, hati bunda, dan iman bunda. Hingga setiap detik waktu bunda sungguh ma’rifat. Hingga setiap udara yang bunda hirup berdesir semilir menyuarakan kerinduan. Ya, tentunya kerinduan pada Sang Pemberi Rindu. Iya kan, Bunda?


Bunda, bunda tahu nggak seberapa dalam kerinduan Riskha pada bunda? Dalam banget. Hingga tak ada meteran yang bisa mengukurnya. Bunda tahu nggak seberapa besar cinta Riskha pada bunda? Besar sekali. Hingga besarnya bumi ini tak mampu menandinginya. Walau sesungguhnya rindu dan cinta Riskha yang paling utama adalah untuk Allah SWT. Sebagaimana bunda selalu mengajarkan pada Riskha, bahwa yang sepantasnya kita rindu dan cinta adalah Allah SWT. Karena sesungguhnya Dialah yang mengalirkan rasa rindu dan cinta itu ke setiap desir aliran darah kita, yang meniupkan rasa rindu dan cinta itu bersama udara yang kita hirup setiap waktu.

Bunda, saat bunda membaca surat ini, kuharap tepat saat tanggal 22 Desember. Bunda tahu kenapa? Karena tanggal 22 Desember adalah hari ibu. Riskha tahu, setiap hari adalah hari ibu. Riskha juga tahu, tidak akan pernah cukup untuk mengapresiasi bunda hanya dalam tanggal 22 Desember. Selama ini, Riskha nggak pernah mengungkapkan cinta Riskha pada bunda. Riskha nggak pernah memberikan sesuatu pun. Pada kesempatan ini, Riskha ingin mengungkapkan rasa itu. Rasa cinta yang tak kan pernah pudar dimakan usia, rasa cinta yang tak kan pernah hilang bersama masa, rasa cinta yang bersumber hanya dari Rabb-ku. Walau mungkin ini tak pernah sebanding dengan apa yang  bunda berikan pada riskha. Walau mungkin ini tak pernah bisa menggantikan apa yang bunda korbankan untuk  riskha.

Bunda, saat bunda membuka kado ini, kuharap bunda menyambutnya dengan hangat. Memang hanya sebuah note, yang di dalamnya telah ku coret-coret dengan banyak tulisan. Itu coretan selama empat bulan Riskha di Surabaya. Itu coretan Riskha yang saat ini bisa mandiri tanpa bunda. Itu coretan ungkapan segala rasa riskha pada bunda. Sebenarnya riskha ingin ada bersama bunda saat bunda membaca surat ini. Sebenarnya riskha ingin menemani bunda membuka tiap lembar note yang riskha berikan pada bunda. Riskha ingin melihat ekspresi bunda saat membacanya. Namun sayang, Riskha nggak bisa. Riskha hanya bisa membayangkan dalam angan. Juga dalam mimpi yang kuharap tak segera berakhir.

Sungguh, Bunda. Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding merindu tanpa bertemu. Mendengar suara bunda pun tak jua terlaksana. Riskha jadi teringat saat bunda melepas riskha untuk hijrah ke Surabaya. Awalnya berat banget. Harus hidup jauh dari Bunda. Hidup di kota orang. Nggak ada perhatian dan belaian bunda saat badan ini mulai lemas. Nggak ada gertakan ayah saat Riskha menyimpang. Tapi semangat ini tak akan padam karena keadaan. Disini, Riskha punya kakak-kakak yang selalu memotivasi Riskha. Satu hal yang selalu Riskha ingat adalah kata-kata dari Kak Ika, Bunda. Kata-kata beliau begini. “Adikku yang kucintai karena Rabb-ku, jika mereka bertanya padamu tentang semangat, jawablah bahwa bara itu masih tersumat dalam dadamu! Bahwa api itu masih bersemayam dalam dirimu! Bahwa matahari itu masih terbit dari hatimu! Bahwa letupan itu siap meledak dalam duniamu! Katakan itu pada mereka, orang-orang yang ragu akan kemampuanmu. Karena mimpimu saat ini adalah kenyataan untuk esok. ( Hasan Al-Banna )”.

Bunda, dari petuah itu Riskha akan melawan rindu yang mencoba tuk runtuhkan langkah Riskha demi pengorbanan meraih semua mimpi Riskha. Janji Riskha pada bunda, tiga tahun lagi Ayah dan Bunda akan melihat Riskha memakai toga. Riskha akan pulang membawa kegembiraan. Memeluk Ayah Bunda dengan kesuksesan.

O, iya Bunda. Riskha hampir lupa. Di note itu ada puisi yang jika Riskha ada di hadapan Bunda saat hari Ibu. Riskha ingin membacakannya. Di note itu mungkin nggak jelas. Karena coret-coret. Lebih jelasnya, ini kutuliskan kembali untuk Bunda.
Ibu di Hari Jadiku...

Pertiwi aku merindu
Jejak pertama yang tergilas
Air mata pendamping jeritan
Hanya hitam di atas segala
Dunia yang masih terkunci
Ada cahaya hangatkan diri
Ada sentuhan hentikan tangis
Terhanyut dalam senandungnya
Terlena dalam lembut dekapnya
Ku coba pahami arti jeritan itu
Mulai rasakan detak jantung itu
Hargai bercak merah itu
Resapi bara semangat itu
Hanya untuk satu diriku
Terimakasih Ibu...

Bunda, itu puisinya. Semoga pesan yang Riskha berikan tersampaikan. Bunda, Riskha sayang Bunda. Andai ada beasiswa di dekat daerah kita, pasti Riskha tidak akan sejauh ini. Hingga saat hari Ibu pun, Riskha nggak bisa pulang. Riskha nggak bisa memeluk bunda. Riskha nggak bisa mengecup hangat kening bunda. Riskha kangen banget sama bunda. Riskha mohon maaf, Bunda. Jika selama ini Riskha selalu menyusahkan Bunda. Bunda akan selalu menjadi pelita yang menerangi gulita yang bersemayam. Bunda menyediakan segala inginku meski untuk itu Bunda harus berpeluh menghujam perih Bunda. Cinta Bunda nan amat besar.Tak kan pernah mampu Riskha menukarnya dengan segala isi bumi ini sekalipun. Riskha hanya bisa berdoa dalam setiap rukuk dan sujud Riskha. Semoga cinta dan kasih sayang Allah SWT. selalu mengalir lembut ke sendi-sendi kehidupan Bunda.

Bunda, Riskha cukupkan goresan pena yang terajut dalam beberapa lembar surat ini. Riskha harap akan segera mendapat balasannya. Kalaupun tidak. Riskha sudah sangat bahagia, Bunda bisa membacanya. I love you, my lovely mom. I miss you. And not forget, Happy mom’s day.


Dari yang merindumu,

Riskha


Tidak ada komentar:

Posting Komentar