Aku disini bukan tanpa perjuangan. Yang mudah saja menapaki pelataran daratan ini. Caci maki lingkungan sekitar seakan mencambuk. Tak jarang derai ini membanjiri pulau kapuk, yang dengan setia menampung linangan hujan dari kedua bola mata ini. Hati ini selalu menjerit, kenapa semua harus mencegah untuk sebuah kebaikan. Kenapa semua harus memaki jika aku memang mampu. Mereka tidak tahu apa-apa, tapi bertingkah seolah-olah telah menjelajah seisi dunia. Mereka hanya berkata sesuai logika mereka. Mereka tidak pernah bertanya dalam hati kecil mereka. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT. Telah berkehendak. Aku percaya jika Allah masih mengujiku, maka Allah masih sayang padaku. Pasti Allah akan memberikan jalan selama kita terus mengingatNya, berhuznudzon padaNya, dan ikhlas menjalani setiap ujian dariNya.
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”
(QS.
Adz-Dzaariyat: 56)
the colorfull light, subhanallah, masyaAllah, so beautifull |
Dari QS. Adz-Dzaariyat: 56 telah dijelaskan bahwa
kewajiban kita di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Sang Pemilik Nyawa
kita. Maka Maha Suci Allah yang telah memberiku kesempatan menghirup udaraNya
hingga detik ini. Detik dimana jiwa ini telah berada 19 tahun dalam ragaku. Selama
ini, aku hidup di antara keluarga yang sederhana. Dari kesederhanaan itu, aku
belajar mandiri, belajar untuk tidak selalu bermanja-manja di pangkuan ayah dan
ibu, dan berusaha menerima juga memahami setiap keadaan.
Sembari ku belajar
mengenal jati diriku. Ku memahami dan meyakini bahwa aku lahir karena Allah,
aku hidup untuk beribadah pada Allah, untuk bertemu Allah jika telah tiba
masanya aku harus menghadapNya.
Kawan, perjuanganku untuk mencapai titik dimana aku
bisa berdiri setegak ini dalam usia 19 bukanlah suatu perkara yang mulus bak
kulit seorang putri. Kalau kata Syahrini mah, “ perjuanganku itu sesuatu
banget, cetar membahana, badai halilintar dah”. Betapa tidak, ayahku hanyalah
seorang buruh tani, dan sedang berada di usia senja (85 th). Jadi ibulah yang
harus mengais rizki untuk menopang hidup kami. Namun alhamdulillah, Allah Maha
Adil selalu mencukupkan apa yang kurang dari kami. Sejak kelas 6 SD, ayah dan
ibu telah melatihku untuk sholat tahajud dan puasa senin-kamis. Kala itu,
mereka bilang gini, “selain menjalankan yang wajib, dirikanlah 2 sunah itu,
nak. Istiqomah-ilah, maka kau akan mudah meraih cita-mu”. Aku benar menjalankan
amanah itu. Karena sepengetahuanku kala itu, Ridha Allah bergantung pada ridha
orang tua. Sehingga kita harus patuh kepada mereka.
Setelah istiqomah menjalankannya, tidak terasa semua
yang semula berat menjadi ringan. Prestasi-prestasi selalu kuraih.
Alhamdulillah, aku selalu menjadi juara kelas, nilai UN-ku tertinggi saat
SD,dan SMP, padahal sainganku sangat berat. Aku juga sering mewakili SD dan
SMP-ku dalam berbagai perlombaan di tingkat kecamatan, kabupaten, karisidenan,
sekali di tingkat Propinsi (SMP), dan sekali di tingkat nasional(SD). Menginjak
SMA, ada perhelatan sengit di keluargaku. Orang tuaku hendak menitipkanku di
SMA biasa. Namun kakakku tidak rela, mengingat prestasi-prestasiku semasa SMP,
dan nilai UN-ku tertinggi, bahkan 10 bulat untuk matematika. Kakak berniat
menyekolakanku di SMA favorit dengan harapan aku bisa berkembang pesat. Ya,
mungkin Allah sedang menguji keluargaku. Kami memang orang tak punya. Untuk
makan aja susah, apa lagi untuk nyekolahkanku di SMA favorit yang jelas-jelas
membutuhkan nominal yang sangat besar. orangtuaku diejek, dianggap sombong, dan
itu terdengar hingga ke telingaku. “duit’e
apa sak goni ye? Kok arep sekolah neng kono?”, kata-kata dari seorang
tetangga yang justru membulatkan tekadku untuk sekolah di SMA favorit. Dan atas
ijin Allah aku mampu sekolah di sana, mengukir prestasi jua di sana. Justru
ketika di SMA, rizki itu mengalir dengan sendirinya, dari prestasi dan
karya-karyaku yang termuat di majalah sekolah. Meskipun ketika masuk SMA itu,
aku harus menutup buku tabunganku untuk bayar uang gedung. Aku harus
menggadaikan anting-antingku untuk menjahitkan seragam. Namun aku bersyukur, karena
Allah telah mempersiapkan beasiswa selama 3 tahun di SMA. Sungguh, Maha Adil
Allah dengan segala kepunyaanNya. Kelas 3 SMA. Ini adalah masa-masa galau,
antara kuliah, kerja, apa justru tutup buku buka terop. Namun tekadku bulat aku
ingin kuliah. Karena kuliah tidak sekedar untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih layak. Tidak sekedar mendapatkan gelar sarjana. Namun lebih dari itu.
Masa-masa menjadi mahasiswa bagiku adalah sebuah masa transformasi, dan
pendewasaan pikiran untuk kematangan menyiapkan hidup yang lebih baik di dunia
yang sesungguhnya. Sekarang aku tak mengamalkannya sendiri, aku mengajak
teman-teman sekelas untuk sholat tahajud, sholat dhuha, dan puasa senin-kamis.
Karena yang aku tau sesuatu yang dilakukan secara berjamah itu lebih baik dan
bernilai pahala.( Asalkan bukan dalam hal yang buruk, lho.)
Setiap dini hari aku
sms teman-teman sekelas untuk membangunkan mereka tahajud. Alhmadulillah,
teman-teman merespon postif dan sama-sama menjalankannya. Apalagi momen dimana
mendekati UN dan seleksi masik PTN. Pasti pada giat-giatnya beribadah, meminta
hanya pada Allah.karena Dialah yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk
kita. Tapi ya jangan pas butuh aja kita istiqomah. Ketika udah dikasi kita lupa
lagi. # astaghfirullah. Ibadah yang istiqomah itu juga kita barengi dengan
usaha yang optimal. Sehingga tidak dianggap mustahil ketika kita mendapatkan
yang terbaik. Alhamdulillah, Allah benar-benar memberikan janjinya pada kami.
Nilai UN tertinggi banyak di kelas kami. Dan special untukku, aku adalah
satu-satunya siswa yang lolos seleksi SNMPTN Undangan-BIDIK MISI di ITS.
Meskipun awalnya sempet ragu, namun aku percaya Allah selalu bersamaku. Selama
aku selalu mendekatkan diri padaNya, Dia juga lebih dekat kepadaku. Dan itulah
yang membuatku bertahan sampai detik ini. Dan tetap berusaha menjaga
keistiqomahan ibadah untuk meraih ridhaNya, seperti meraih Cahaya di atas
cahaya.
#Terakhir,
Coretan jemari yang berhasil terekam oleh
memory laptopku ketika aku masih maba, dan iniliah yang menjagaku untuk selalu
meng-istiqomahkan ibadah, baik sholat fardhu, sholat sunah (tahajud, dhuha,
rowatib, dll), puasa senin-kamis, mengaji, dan sedekah. Dengan istiqomah beribadah, setiap detik waktuku
sangat dekat dengan Allah. Aku bisa merasakan Dia ada dalam hatiku, dan Dia tak
pernah luput untuk mengawasiku. Atas ijinNya aku mampu bertahan di kota ini.
Atas ijinNya aku mampu belajar ilmu dunia dan akherat di sini. Dan atas ijinNya
pula lah, aku mampu melihat dan meraih cahaya di atas cahaya.
Kalau
boleh aku bercerita padamu, kawan.....
Apa
yang kujalani mungkin tak semudah yang kau jalani
Apa
yang kurasakan mungkin tak senyaman yang kau rasakan
Mungkin
kampusmu dekat dengan kosmu...
Aku
pun juga dekat, hanya sekitar 15 menit untuk menempuhnya
Mungkin
engkau harus berjalan kaki di jalan yang semestinya...
Aku
pun jua, setapak demi setapak melangkah di jalan yang ku anggap layak
Walau sebagian yang kulalui adalah tempat sampah
Walau
sebagian pemandangan yang kujumpai adalah lautan eceng dondok
Yang
terkadang juga menghalangi karena
sebegitu tingginya
Aku
harus merayap untuk melalui pintu air
Yang
menghubungkan Kejawan Gebang dengan Perumdos Blok T
Mungkin
inilah yang tak kau dapat dalam perjalanan menuju kampusmu...
Kawan,
mungkin sekarang baju yang kau kenakan telah berganti-ganti sesuai mode
Sepatu
yang kau pakai juga pastilah yang sesuai
Aku
tidaklah demikian
Setiap
hari memakai baju hitam putih layaknya seorang sales yang sedang promosi ke
desa-desa
Sepatuku
pun tak pernah ganti
Tapi
aku bersyukur, karena jika aku harus seperti kamu
Mungkin
aku tak mampu
Karena
baju dan sepatu yang kumiliki tak sebanyak koleksimu
Kawan,
mungkin pilihanmu bukanlah yang kau inginkan
Jiwamu
belumlah 100% di situ
Kau
ingin mengulang tahun depan...
Dan
orang tuamu mendukungmu
Bagaimana
dengan aku???
Hati
ini tak bisa berbohong
Mungkin
di hadapan ibu aku tegar
Di
hadapan kalian aku bahagia
Tapi
aku hanya bisa tersenyum lalu menangis di hadapNya
Aku
ingin seperti kalian yang mungkin bisa segalanya
Aku
ingin...
Tapi
dari relung hati terdengar
“
itu bukan kebutuhanmu, Kha...
Itu
bukanlah yang sebenarnya kau inginkan
Bukankah
kau harus istiqomah pada pilihanmu
Bukankah
seharusnya kau banyak-banyak bersyukur
Dia
telah membuatmu mencoret satu mimpimu
Karena
Dia benar memberikan janjiNya untukmu
Kamu
bisa kuliah, Kha...
Di
PTN ternama, ITS...
Pernahkah
kau bayangkan sebelumnya?
Tidak
kan?
Kau
hanya minta ‘yang penting kuliah dan dapat beasiswa’
Dia
memberikan lebih dari yang kau mau
Sadarlah,
Kha...
Kau
tidak seperti mereka yang memiliki segalanya
Kau
hanya punya doa dari ibu, bapak, dan keluargamu, juga orang-orang yang
menyayangimu...
Tapi
jangan besedih, Kha...
Jangan
minder...
Jangan
takut...
Percayalah
tak ada yang lebih hebat dari DOA SEORANG IBU...
Percayalah
bahwa kau mampu melewati kuliahmu
Percayalah
kau mampu menjadi manusia yang bermanfaat
Percayalah
kau mampu mengubah duniamu atas ijinNYA.
Percayalah,
kamu masih punya ALLAH SWT yang selalu membantumu
Sekali
lagi JANGAN TAKUT, KHA...
SEMANGAT...
LA TAHZAN, INNALLAHA MA’ANA... bukankah mottomu ‘ you’ve to endure
catterpillars if you want to see butterflies?’
Tunjukkanlah,
Kha...
Tunjukkan
itu...”
Kawan,
bisikan itu yang membuatku kuat
Bisikan
itu yang membuatku ikhlas menjalani hampir 1 semester ini...
Bisikan
itu yang membuatku tegar meski banyak yang belum kukuasai...
Bisikan
itu yang membuatku INGIN BISA
Bisikan
itu yang mengajarkanku bahwa kekuatan terbesar ada pada diri kita...
Dan
IBU, IBU adalah sumber kekuatanku untuk bertahan di medan perang ini. Suatu
medan yang akan kutempuh 3 tahun lagi.
.
Jika ALLAH mengijinkan, tidak ada yang tidak mungkin, semua akan bisa kulihat
seperti cahaya di atas cahaya.:-)
(Surabaya,di
penghujung 2011)
-semoga
manfaat-
Di
kolong langit, Surabaya, 10 Desember 2012
Oleh:
Riskha Tri Oktaviani
Mahasiswi
aktif statistika ITS 2011
085730220329
Tidak ada komentar:
Posting Komentar