- Kamis, 01 Agustus 2013

Sejenak Mengenal Disabilitas

jadikan mereka lebih berharga #disabilitas
Disabilitas merupakan kata lain yang merujuk pada penyandang cacat atau difabel. Bagi masyarakat awam, kata disabilitas mungkin terkesan kurang familiar karena mereka umumnya lebih mudah menggunakan istilah penyandang cacat.

Apakah kita pernah berpikir tentang disabilitas di sekitar kita? Apakah kita pernah menganggap keberadaaan mereka? Bagaimana perasaan kita jika takdir menghendaki kita sebagai salah satu bagian dari kaum disabilitas?

Jawaban dari pertanyaan di atas dapat mencerminkan kepedulian kita terhadap masalah disabilitas. Semakin kita dekat dan peduli dengan mereka, maka akan semakin baik.
Apa itu disabilitas?

Menurut UU No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat, penyandang cacat didefinisikan sebagai setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari Penyandang cacat fisik, Penyandang cacat mental, Penyandang cacat fisik dan mental.

Contoh disabilitas yang biasa kita temui sehari-hari adalah orang yang terlahir cacat tanpa penglihatan yang bagus (tunanetra), pendengaran yang bagus (tunarungu), pembicaraan yang bagus (tunawicara), dan sebagainya. Disabilitas yang mengarah pada cacat mental juga dapat kita lihat pada seseorang yang memiliki keterbelakangan mental.

Bagaimana pandangan masyarakat kepada para penyandang disabilitas?
Disabilitas dan Pandangan Masyarakat adalah dua hal yang saling berkaitan, tetapi berbeda. Masyarakat memiliki pandangan yang berbeda terhadap disabilitas yang berada di sekitar mereka. Umumnya masyarakat menganggap jika keberadaan kaum disabilitas ini sebagai sesuatu hal yang merepotkan. Ada yang menganggap keberadaan mereka sebagai aib keluarga, biang masalah, hingga kutukan akan sebuah dosa yang pada akhirnya semakin memojokan disabilitas dari pergaulan masyarakat.

Dalam perkembangan berikutnya, pandangan masyarakat terhadap disabilitas berubah menjadi sesuatu yang harus mereka kasihani dan mereka tolong. Hal ini dikarenakan mereka adalah sosok yang dianggap kurang mampu dan membutuhkan bantuan.
Secara garis besar, sikap dan pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas dapat dibedakan menjadi tidak berguna/tidak bermanfaat, dikasihani, dididik/dilatih, dan adanya persamaan hak.

Pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas juga dibedakan menjadi dua model, yaitu individual model dan social model. Individual model menganggap jika kecacatan yang dialami oleh seseorang itu lah yang dianggap sebagai masalahnya. Sedangkan social model menganggap jika masalahnya bukan terletak pada kecacatan yang dialami oleh seseorang, tapi bagaimana cara pandang masyarakat yang negatif terhadap kaum disabilitas ini yang menimbulkan masalah.

Perlu diingat bahwa keberadaan kaum disabilitas itu pasti ada dalam sebuah negara. Menurut WHO sebagai organisasi kesehatan dunia, jumlah kaum disabilitas dalam sebuah negara itu setidaknya sebesar 10% dari total keseluruhan penduduk sebuah negara. Di indonesia sendiri menurut catatan dari kementerian sosial jumlah kaum disabilitas mencapai 7 juta orang atau sekitar 3% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 238 juta pada tahun 2011.

Keberadaan kaum disabilitas ini layak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Upaya pemerintah dalam melindungi kehidupan disabilitas sudah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Contohnya adalah perlindungan hukum seperti yang tercantum dalam UUD 1945, No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat, UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, dan lainnya.

Dengan adanya payung hukum di atas, diharapkan akan tercipta sebuah tata kehidupan yang dapat mendorong disabilitas untuk turut aktif berpartisipasi dan mengembangkan potensi dalam bidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan bidang lainnya.
Meskipun secara jelas pemerintah sudah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi hak-hak kaum disabilitas, tetapi pada praktiknya hal ini tidak berjalan sebagai mana mestinya. Banyak terjadi pelanggaran terhadap kaum disabilitas terutama pada bidang pendidikan dan pekerjaan.

Pada bidang pendidikan, coba lihat beragam kasus yang pernah muncul di media masa mengenai perlakuan yang tidak adil terhadap kaum disabilitas ini. Kebanyakan disabilitas tidak mampu mengakses pendidikan yang lebih baik karena mereka minim sekali untuk mendapatkan akses melakukan hal itu.

Misalnya, dari segi persyaratan pendidikan yang diterapkan. Memang ada bidang pendidikan tertentu yang mengharuskan muridnya tidak boleh cacat karena berkaitan dengan kinerjanya nanti selama masa pendidikan. Akan tetapi, hal itu bukan lah harus berlaku secara umum. Harus ada semacam kajian yang baik apakah persyaratan itu benar-benar dibutuhkan atau tidak. Karena jika penetapan persyaratan ini terkesan asal-asalan, maka hal ini akan sangat mengancam eksistensi para kaum disabilitas dalam mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Banyak disabilitas tidak dapat bersekolah dan melanjutkan ke perguruan tinggi karena mereka dianggap cacat fisik yang dianggap tidak dapat mengikuti proses pendidikan dengan baik. Padahal dalam UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dinyatakan bahwa setiap institusi pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang menyediakan kemudahan bagi para kaum disabilitas dalam mengakses fasilitas pendidikan.
Pada bidang pekerjaan pun juga demikian. Perhatikan bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 1, Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat 2, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dua ayat tersebut secara tegas dan jelas memperlihatkan bahwa semua warga negara baik yang normal dan disailitas memiliki peluang yang setara dalam memperoleh pekerjaan.
Pada No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat juga dinyatakan jika dalam rasio penerimaan pekerjaan, paling tidak harus ada 1 orang disabilitas yang diterima dari 100 pekerja yang diterima.

Akan tetapi, sama halnya dengan dunia pendidikan jika partisipasi disabilitas dalam dunia kerja juga kurang akibat adanya perlakuan diskriminasi terhadap mereka. Disabilitas dianggap sebagai kaum yang tidak mampu dan tidak berdaya guna dalam bekerja. Sehingga disabilitas diklaim tidak memiliki kinerja dan produktifitas yang mumpuni. Adanya perbedaan antara kaya dan miskin, cacat dan normal ini dianggap sebagai sebuah hal biasa yang sudah membaur dalam mayarakat. Semoga masyarakat lebih menghargai hak-hak setiap individu dan mendorong setiap individu untuk berkembang lebih baik. Mereka juga menganggap jika setiap individu harus berprestasi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan tidak harus disamakan dengan kemampuan orang lain, sehingga kehidupan harmonis pun dapat tercipta.



23 Ramadhan 1434 H l 19.52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar